Banda Aceh – Ratusan warga yang tergabung dalam Aliansi Rakyat Menggugat berkumpul di depan Kantor Gubernur Aceh, menyoroti berbagai kebijakan yang mereka anggap merugikan wilayah dan masyarakat Aceh. Aksi ini dipimpin koordinator Yulinda Wati, dan berlangsung tertib meskipun dijaga ketat aparat keamanan.Senin.(07/07/2025).
Massa menuntut pencabutan SK Menteri Dalam Negeri tahun 2022 tentang empat pulau Panjang, Mangkir Gadang, Mangkir Ketek, dan Lipan karena mereka menilai SK tersebut tidak dihapuskan secara resmi meski muncul SK baru pada 2025. Mereka menganggap hal ini menciptakan ketidakpastian administratif yang merugikan Aceh.
Koordinator aksi juga menuding Tito karnavian sebagai pemicu konflik antara Aceh dan Sumatera Utara seputar sengketa empat pulau tersebut. Yulinda menegaskan bahwa Tirto “harus dibawa ke meja hijau”, karena perannya dianggap telah membuat ketegangan dan memprovokasi pertikaian wilayah.
“Kami menuntut bapak Tito Karnavian karena dalam hal ini beliau sebagai pemicu konflik antara Aceh dan Sumatera melalui perebutan empat pulau tadi. Beliau sebagai pejabat yang memicu konflik harusnya dibawa ke meja hijau,” jelasnya.
Isu ketiga yang diangkat adalah penambahan batalyon TNI di Aceh. Menurut massa, rencana penambahan dari empat menjadi enam batalyon melanggar MoU Helsinki karena dapat memicu potensi militerisasi kembali Aceh dan kembali mengingat trauma masyarakat Aceh. Mereka menilai peningkatan kekuatan militer ini bertentangan dengan semangat perdamaian dan aman bagi jaminan hak masyarakat pasca perjanjian damai.
Tuntutan selanjutnya menyangkut tanah Blang Padang, yang diklaim sebagai tanah wakaf Masjid Raya Baiturrahman. Massa meminta agar kawasan tersebut dikembalikan sebagai aset wakaf dan tidak dipergunakan militer atau dialihkan tanpa prosedur sah.
Sejauh ini, belum ada tanggapan resmi dari Pemerintah Provinsi Aceh terkait tuntutan ini. Aksi berlangsung hingga sore dan berakhir secara damai, dengan massa membubarkan diri sesuai batas waktu yang ditentukan.
Editor: Amiruddin. MKReporter: Aininadhirah