NOA l Abdya – Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA) menduga perusahaan pertambangan bijih besi di kawasan Babahrot, Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya) kangkangi aturan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) Republik Indonesia.
“Operasional tambang biji PT SMD (Sinar Mentari Dwiguna) di lokasi PT JAM (Juya Aceh Mining) di duga kangkangi aturan Menteri ESDM Republik Indonesia,” kata ketua YARA perwakilan Abdya, Suhaimi. N, SH, Jumat (5/11/2021).
Ia mengaku telah menurunkan tim YARA Abdya ke lokasi pertambangan PT SDM (Sinar Mentari Dwiguna) di Desa Ie Mirah, Kecamatan Babahrot untuk melakukan investigasi terkait dugaan adanya Tenaga Kerja Asing (TKA) asal China yang tidak kantongi izin bekerja di pertambangan bijih besi tersebut.
Namun, kata dia, pihak perusahaan melarang tim YARA untuk memasuki komplek pengolahan bijih besi itu, sehingga dirinya tidak mengetahui keberadaan serta aktifitas yang dilakukan oleh TKA yang belum memiliki Izin Mengunakan Tenaga Asing (IMTA) itu.
Disamping itu lanjut dia, aktifitas tambang biji besi PT SMD (Sinar Mentari Dwiguna) itu juga tidak dilengkapi petugas Penanggung jawab Operasional (PJO) sebagaimana di wajibkan oleh aturan Meneteri ESDM RI.
“Kami sudah menemui Human Resource Department (HRD) perusahaan itu, tapi HRD itu tidak bisa menunjukkan kelengkapan PJO. Hanya diperlihatkan KTP saja, orangnya tidak ada dilokasi pertambangan, jadi, menurut kami PJO-nya memang tidak ada,” ungkap Suhaimi.
Seharusnya kata Shemy, sebelum adanya petugas PJO dilokasi tambang, pertambangan bijih besi itu tidak di operasionalkan karena PJO merupakan orang menduduki jabatan tertinggi dalam struktur organisasi perusahaan jasa pertambangan.
“Kita menduga PT SMD telah melanggar Kepmen nomor 1827K/30/Mem 2018 tentang pedoman pelaksanaan kaidah teknik pertambangan,” kata Suhaimi.
Disamping itu, tambah dia perusahaan pertambangan itu juga mendatangkan TKA secara diam-diam tanpa melaporkan pada Pemerintah Daerah setempat.
“Berdasarkan informasi kami peroleh dari HRD perusahaan, TKA di datangkan pada bulan yang berbeda, tiga orang pada bulan Agustus 2021, tiga lagi pada September 2021, dan dua lagi pada akhir September 2021, dari delapan TKA itu dua orang diantara tengah mengurus izin kerja,” tutur Suhaimi.
Seharusnya, kata Suhemi, kedua TKA yang belum memiliki IMTA (Izin Menggunakan Tenaga Asing) tersebut tidak diperbolehkan tinggal dilokasi pertambangan, karena luput dari pantauan masyarakat.
“Kita menduga kedua TKA yang belum miliki IMTA itu sudah mulai bekerja secara ilegal ditambang itu, sebab pihak perusahaan tidak mengizinkan kita masuk lokasi operasional, untuk melihat aktifitas TKA itu,” tuntas Suhaimi.(RED).