Banda Aceh- Dalam momen peringatan Hari Anak Nasional, Yayasan Darah Untuk Aceh menghadirkan pendekatan yang berbeda seperti menggabungkan kegiatan seni anak dengan ruang edukasi bagi orang tua. Bertempat di Museum Tsunami Banda Aceh, puluhan anak mengikuti lomba mewarnai dan memamerkan karya lukis mereka. Di saat yang sama, para orang tua terlibat dalam sesi diskusi seputar isu krusial seperti bullying dan penggunaan gadget pada anak.
Pendiri yayasan, Nur Jannah Husin, menyampaikan bahwa perayaan Hari Anak seharusnya tidak hanya bersifat seremonial, tetapi menjadi momentum reflektif bagi orang dewasa dalam memahami kebutuhan dan tantangan yang dihadapi anak-anak masa kini.
“Lewat kegiatan ini, kami ingin anak-anak merasa dihargai atas kreativitas mereka, dan orang tua mendapatkan pemahaman baru tentang bagaimana mendampingi tumbuh kembang anak,” ujar Nur Jannah.
Ia menjelaskan bahwa kegiatan seni seperti mewarnai dan melukis bukan sekadar aktivitas hiburan, melainkan bagian dari proses pembentukan kepercayaan diri dan ekspresi diri anak. “Setiap coretan adalah bentuk komunikasi mereka. Dari sana kita bisa mengenal mereka lebih dekat,” lanjutnya.
Selain kegiatan kreatif, edukasi parenting menjadi bagian penting dari acara ini. Nur Jannah menyoroti bahwa banyak orang tua belum sepenuhnya menyadari dampak buruk dari penggunaan gadget secara berlebihan, terutama jika tanpa kontrol dan pendampingan.
“Gadget bukan pengganti kehadiran orang tua. Anak butuh interaksi nyata, bukan hanya layar,” katanya.
Ia juga mengajak orang tua lebih peka terhadap tanda-tanda bullying, baik dari sisi korban maupun pelaku. Menurutnya, keduanya adalah anak-anak yang butuh bimbingan, bukan sekadar hukuman.
“Kadang anak tidak sadar bahwa tindakannya menyakiti orang lain. Di sinilah pentingnya peran orang dewasa untuk hadir dan mengarahkan,” jelas Nur Jannah.
Salah satu orang tua, Cut Risma, mengaku kegiatan ini membuka wawasannya tentang pentingnya manajemen penggunaan gadget pada anak. Ia merasa lebih paham bagaimana membatasi waktu layar serta pentingnya memberi alternatif kegiatan yang lebih sehat.
“Kita sering lupa kalau kebanyakan main gadget bisa pengaruhi saraf dan fisik anak. Setelah ikut acara ini, saya mulai membatasi dan lebih banyak ajak anak untuk bermain aktif,” ungkapnya.
Yayasan Darah Untuk Aceh didirikan pada tahun 2012 dan awalnya fokus pada kegiatan donor darah untuk pasien thalasemia. Seiring waktu, perhatian mereka berkembang ke ranah isu anak karena menyadari bahwa kesehatan dan perlindungan anak merupakan fondasi penting bagi masa depan generasi muda.
Editor: Amiruddin. MKReporter: Aininadhirah