Home / Opini

Rabu, 2 Juli 2025 - 20:30 WIB

Bila Mengajar Tak Lagi Menggembirakan

Farid Ismullah

Ilustrasi Pelajar. (Foto : Dok.Kas Pani).

Ilustrasi Pelajar. (Foto : Dok.Kas Pani).

Penulis : Kas Pani

Mengajar mestinya sebuah kegiatan yang mengasyikkan seperti tarian kata, penuh gelak tawa, dan cahaya mata yang berbinar saat ilmu berpindah dari guru ke murid.

Tapi mengapa justru kegembiraan itu kini absen di ruang kelas? Kalau pun ada, hanya kegembiraan semu, jogat-joget yang tak berketentuan. Mengapa bagi sebagian siswa, belajar malah menjadi ritual yang menakutkan, seperti berjalan di lorong gelap tanpa tahu ujungnya?

Dulu, di sudut-sudut sekolah atau di bawah pohon rindang, guru dan murid bercengkerama dalam kehangatan. Ilmu bukan sekadar hafalan, melainkan percakapan hidup yang mengalir seperti sungai.

Baca Juga :  Ketika Kapal Boat Bergoyang

Kini, ruang kelas sering berubah menjadi penjara kecil, dinding-dinding kaku, kurikulum yang membelenggu, dan guru yang entah karena tekanan sistem atau lelahnya jiwa berubah menjadi algojo kecil yang menuntut kepatuhan mutlak.

Siswa pun bertanya dalam diam, “untuk apa semua ini?” Mereka disodori rumus, tanggal perang, dan definisi yang harus ditelan mentah-mentah, tapi tak pernah diajak merasakan nikmatnya berpikir.

Belajar yang seharusnya seperti bermain, penuh rasa ingin tahu, salah, lalu tertawa karena kesalahan itu adalah bagian dari proses. Tapi sistem kita sering mengubur kegembiraan itu. Nilai menjadi dewa, ujian menjadi hukuman, dan guru yang mestinya pemandu kadang berubah menjadi hakim yang siap memberi vonis.

Baca Juga :  Legalitas Partai Politik Menuju Pemilu 2024

Mungkin kita lupa bahwa sebelum ilmu masuk ke otak, ia harus menyentuh hati. Sebelum murid paham rumus Pythagoras, mereka butuh merasa dihargai. Sebelum mereka menulis esai, mereka perlu tahu bahwa suara mereka berarti. Tapi betapa sering kita melihat anak-anak diam karena takut salah, atau lebih parah, mereka acuh karena merasa tak didengar.

Baca Juga :  Bokom Kuliner Favorit Warga Aceh Singkil

Mengembalikan kegembiraan dalam mengajar bukanlah hal mustahil. Ia bisa dimulai dari hal sederhana, guru yang tersenyum, kelas yang memungkinkan diskusi alih-alih ceramah satu arah, dan kurikulum yang melihat siswa sebagai manusia, bukan sekadar angka. Sebab, pendidikan yang baik bukanlah tentang seberapa banyak yang diingat, tapi seberapa dalam yang dirasakan.

Dan bila kegembiraan itu kembali, mungkin kita akan melihat lagi cahaya di mata mereka, cahaya yang mengatakan, “Aku belajar, maka aku bahagia.

Share :

Baca Juga

Opini

Muhammad Aditia Rizki: Menghargai Perjuangan Buruh, Mengapa Hari Buruh Nasional Adalah Hari yang Penting Bagi Kita Semua

Opini

Kemampuan yang Harus Dimiliki oleh Seorang Pemimpin

Opini

Pembelajaran Bermakna dengan Memanfaatkan Aplikasi Digital

Opini

Singkronisasi Kebijakan Pengelolaan Rawa Tripa Dalam Skema Memperkuat Investasi di Aceh

Opini

Jangan Sampai Rakyat Memandangmu Sebagai Pengkhianat Waktu

Opini

Himastra 07 UIN Arraniry Banda Aceh : Idul Fitri, Momen Penting untuk Menebalkan Tali Silaturahmi dan Merajut Kembali Keharmonisan Sosial

Opini

Cerita Biasa yang Tidak Biasa

Opini

Inovasi dan Produktivitas sebagai Pilar Kemajuan Aceh