Nagan Raya – Aura kompetisi mulai terasa di Nagan Raya. Nama Bintang Aceh yang sebelumnya belum banyak diperbincangkan di pentas sepak bola Aceh, kini mulai muncul sebagai kekuatan baru yang patut diperhitungkan. Ambisi mereka bukan sekadar ikut serta—tetapi hadir untuk bertarung, mencuri perhatian, dan menguji mental klub-klub mapan di Liga 4 Asprov PSSI Aceh.
Sejak awal, manajemen tak ingin datang setengah hati. Sejumlah pemain lokal Aceh dan talenta muda dari Sumatera Utara direkrut secara terukur untuk memperkuat skuad. Persiapan matang dilakukan jauh hari sebelum kompetisi dimulai, menunjukkan bahwa klub ini lahir bukan sebagai pelengkap, tetapi sebagai penantang.
Lapangan Persabar Aceh Barat akan menjadi panggung tempat mereka membuktikan nyali. Mereka tergabung di Grup B, bersanding dengan Persabar Aceh Barat, PSAS Aceh Singkil, dan Persas Sabang—grup yang tidak ringan. Justru di situlah tantangannya.
Dedi Wahyuvan, manajer tim, tidak menutupi rasa percaya dirinya. Ia tahu betul risiko dan ekspektasi, tetapi ia juga memahami potensi besar yang ada di skuadnya.
“Kehadiran Bintang Aceh di Liga 4 akan menjadi momok bagi tim lain. Saya ingin kami menjadi yang terbaik dalam persaingan ini,” tekadnya.
Ambisi itu tidak datang kosong. Bintang Aceh menurunkan skuad yang mayoritas berusia 18–24 tahun—pemain muda dengan napas panjang dan semangat juang tinggi. Di bawah mistar, mereka punya tiga penjaga gawang: Ferdian Farman (19), M. Fadly (24), dan Sabarullah (25). Di lini belakang, nama-nama seperti Rijalurrahman, Afdal Dabarnus Messy, hingga Rahmad Farhadi siap memagari lini pertahanan dengan kombinasi disiplin dan determinasi.
Sektor gelandang dan sayap dipenuhi wajah-wajah potensial: Daffa Athaillah, Almufradi, Muhammad Basyir, hingga Muhammad Aditya dan Ahmad Naim Khalidi. Lini depan pun tak kekurangan tenaga muda dengan naluri menyerang, seperti Muhammad Satria Yuza dan M. Farhan Taslyma.
Dedi menyadari, perjalanan mereka tidak akan mudah. Grup ketat, sorotan publik, dan tekanan kompetitif jadi bagian dari perjalanan. Namun, ia justru melihatnya sebagai momentum memperkenalkan identitas tim.
Persaingan di Liga 4 bukan hanya soal nama besar, tetapi kesiapan bertarung. Bintang Aceh datang dengan semangat membara, pemain baru, dan target yang jelas: membidik juara.
Mereka mungkin baru, tetapi bukan tim biasa. Mereka muda, mereka lapar, dan mereka datang membawa ambisi—menciptakan kejutan, mengguncang kompetisi, dan menegaskan bahwa Bintang Aceh bukan sekadar nama, tetapi tekad yang menyala.
Editor: Amiruddin. MKReporter: Amir Sagita