Aceh Tengah – Direktorat Jenderal Penegakan Hukum (Ditjen Gakkum) Kementerian Kehutanan (Kemenhut) melalui Penyidik Balai Penegakan Hukum (Gakkum) Wilayah Sumatera menetapkan M (46 th) warga Desa Kala Kemili, Kecamatan Bebesan, Kabupaten Aceh Tengah selaku pemilik PHAT MWD sebagai Tersangka dalam kasus pembalakan liar berupa penebangan pohon secara tidak sah di luar areal PHAT MWD dan Kawasan Hutan.
Kepala Balai Gakkum Kehutanan Sumatera, Hari Novianto mengatakan, Penanganan perkara ini menindaklanjuti laporan masyarakat atas adanya penebangan pohon secara tidak sah yang terjadi di Desa Karang Ampar, Kecamatan Ketol, Kabupaten Aceh Tengah.
“Atas dasar informasi tersebut, Balai Gakkum Kehutanan Sumatera pada tanggal 4 Juni 2024 menggelar Operasi Pengamanan Hutan dan Peredaran Hasil Hutan di Kabupaten Aceh Tengah, Provinsi Aceh,” Kata Hari Novianto, dalam keterangan resminya yang diterima Kantor Berita NOA.co.id, Jumat 25 Juli 2025.
Selanjutnya, Tim Gakkumhut menemukan adanya kayu-kayu olahan jenis rimba campuran dengan berbagai ukuran sejumlah ± 3746 keping dengan volume 52,9700 m3 meter kubik dan 28 batang kayu bulat dengan volume 33,63 m3 meter kubik tanpa IDBarcode di sebuah Sawmil/Industri Primer (PBPHH) MHA yang berada di Desa Karang Ampar, Kecamatan Ketol, Kabupaten Aceh Tengah, Provinsi Aceh.
“Atas temuan tersebut Selanjutnya Tim Gakkumhut bersama BPHL Wilayah I Aceh melakukan pemeriksaan fisik kayu, dokumen kayu dan melakukan pelacakan (Timber Tracking) ke sumber bahan baku kayu yang ternyata berasal dari Pemegang Hak Atas Tanah (PHAT) MWD yang berada di Desa Karang Ampar, Kecamatan Ketol, Kabupaten Aceh Tengah, Provinsi Aceh,” Ujarnya.
Diketahui, Penyidik Gakkumhut telah menyegel Sawmil/Industri Primer MHA dan telah meminta pembekuan hak akses SIPUHH PHAT MWD dan Sawmil/Industri Primer MHA kepada BPHL Wilayah I.

“Berdasarkan hasil pengecekan dan pemeriksaan di lapangan bahwa diduga telah terjadi penebangan pohon secara tidak sah di luar areal PHAT MWD dan Kawasan Hutan,” Terang Hari Novianto.
Dari hasil penyesuaian dokumen kayu dan pengamatan kondisi sumber bahan baku kayu pada areal PHAT MWD, Tim Gakkumhut menemukan adanya ketidaksesuaian antara kondisi visual dengan realisasi Penatausahaan Hasil Hutan (PUHH) yang dilaporkan oleh PHAT MWD.
Dengan 2 alat bukti yang cukup dan menyakinkan, pada tanggal 19 Juni 2025, kasus penebangan pohon secara tidak sah yang dilakukan oleh PHAT MWD tersebut ditingkatkan ke penyidikan. Sedangkan atas dugaan keterlibatan Sawmil/Industri Primer MHA masih dalam proses pemeriksaan oleh Penyidik Gakkumhut atas temuan kayu-kayu yang diolah dan berasal dari PHAT MWD tersebut.
“Penetapan Tersangka tersebut dilakukan berdasarkan hasil Gelar Perkara Penyidik Gakkumhut dengan Korwas Polda Aceh, pada hari Rabu tanggal 16 Juli 2025. Barang bukti Kayu Olahan berupa kayu alam jenis rimba campuran dengan berbagai ukuran, sejumlah 3746 keping dengan volume 52,9700 m3 meter kubik dan 28 batang Kayu Log dengan volume 33,63 m3 meter kubik disita oleh Penyidik Gakkumhut dan ditiitipkan ke Kantor KPH Wilayah II Aceh, Kec. Wih Pesam, Kab. Bener Meriah, Provinsi. Aceh,” Kata Hari Novianto.
Ia menjelaskan, Tersangka M (46 th) diduga melanggar Pasal 50 ayat (3) huruf e Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan sebagaimana telah diubah dalam Pasal 36 Angka 17 Pasal 50 ayat (2) huruf c Undang-Undang RI Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Penggganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang.
Pihaknya juga memerintahkan Penyidik Gakkumhut untuk memeriksa keterlibatan pihak-pihak lain yang terlibat dalam pembalakan liar dan peredaran kayu ilegalnya (hulu-hilir) dengan modus menggunakan izin PHAT namun nyatanya di lapangan, pemilik PHAT menebang pohon diluar izin PHAT ataupun menebang pohon di Kawasan Hutan yang bersebelahan dengan izin PHATnya.
Terpisah, Dirjen Penegakan Hukum Kehutanan, Dwi Januanto Nugroho menyatakan ekosistem hutan di Aceh Tengah merupakan sumber daya alam yang mempunyai berbagai fungsi sebagai habitat Gajah Sumatera, Harimau Sumatera dan satwa lainnya dan harus tetap dipelihara kelestariannya, negara akan selalu hadir dalam menjamin kelestarian dan keberlanjutan keberadaan kawasan hutan di Provinsi Aceh.
“Penanganan perkara ini adalah wujud tanggung jawab dan konsistensi penegakan hukum kehutanan yang dilakukan Ditjen Gakkum Kehutanan untuk menjaga agar ekosistem hutan tetap lestari sesuai fungsinya. Tegasnya Dwi.
Editor: Amiruddin. MK