Home / Opini

Sabtu, 27 Juli 2024 - 09:00 WIB

Montik, Kereta Api Mini Singkil

REDAKSI

Foto : Akun Fb Atap Atap

Foto : Akun Fb Atap Atap

Atap Atap di akun FB nya memposting sebuah foto jaman dulu, Socfindo 1977 dengan caption Ada yang masih ingat ?

Di foto terlihat sepasang laki-laki dan perempuan lagi boncengan sepeda di jalan berpasir, tanpa aspal. Sementara di dekatnya ada sebuah pondok beratap rumbia, terlihat beberapa orang lagi berteduh di bawahnya.

Yang jadi sorotan dari foto tersebut, sebuah kenderaan mirip kereta api, loko, orang Singkil menamainya Montik.

Montik milik PT. Socfindo, sebuah perusahaan yang bergerak dalam pengolahan minyak sawit.

Kenderaan mini model kereta api inilah, di fungsikan sebagai pengangkut karnel, minyak sawit mentah, yang dibawa dari belakang rumah Mamak Rostam, berdampingan dengan rumah H.Muizzah ke Pelabuhan Socfindo di Pulau Sarok Singkil.

Baca Juga :  Pembelajaran Bermakna dengan Memanfaatkan Aplikasi Digital

Di belakang dua rumah itu terdapat pelabuhan kecil tempat pendaratan minyak sawit dari Rimo, sebelum diangkut dengan Montik ke Pulo Sarok.

Pertengahan tahun 1980-an saya SMP di Singkil. Saya mengira, Montik kereta api.

“Ayah, lihat ada kereta api!” teriak saya ke ayah, saat ia mengantarkan saya sekolah.

Ketika itu, ke Singkil menggunakan transpotatasi motor boat, tidak bisa langsung sandar ke pelabuhan. Boat berhenti sekira dua ratus meter di tengah laut. Karena arus dan ombak memecah di tepi pantai. Untuk bisa ke daratan, penumpang mesti dilansir dengan perahu kecil yang dinamakan biduk sampan.

Baca Juga :  Hasil Pilkada: Antara Harapan Baru dan Tantangan Lama

Di darat, ada beberapa tangki besar berwarna kuning telor, tempat penimbunan minyak sawit sebelum diangkut dengan kapal ke pelabuhan Belawan dan Tanjung Periok.

Saya ingat, tangki besar berwarna itu jika terlihat dari laut sebagai penanda tidak lama lagi akan sampai ke Pulo Sarok Singkil.

Montik berjalan di rel seperti kereta api. Ada gerbong berisi minyak ditariknya. Jangan coba-coba sok berani naik ke atasnya, jika tidak ingin dimarahi.

Baca Juga :  Saya Tahu, Siapa Dia. Walau Dia tak Tahu Saya

Kendatipun demikian, ada saja yang bandel, terutama anak remaja.

“Hei, turun waang, Yung. Apo nandak mati,” ujar masinis menakut-nakuti.

Sebelum melompat dari Montik, makian
dibalas mereka, ” Memang, punyo mamak loko ko, sehinggo malarang kami manumpang!” teriak para remaja ini sambil berhamburan dari lorry.

Wajar “sopir” marah, karena Montik bukan mengangkut orang. Resiko kecelakaan sangat besar.

Sejak di posting hingga tulisan ini saya turunkan, telah banyak menglike dan berkomentar atas postingan Atap Atap.

Penulis : Kas Pani

Share :

Baca Juga

Opini

Harga Minyak Goreng Melambung di Pasaran

Opini

Rekomendasi Demi Mewujudkan Mimpi Teluk Surin-Barsela

Opini

Singkronisasi Kebijakan Pengelolaan Rawa Tripa Dalam Skema Memperkuat Investasi di Aceh

Opini

Memperbanyak Shalawat di Bulan Rabi’ul Awwal

Opini

Banyak Orang Aceh Berprestasi, Namun Kesempatan Digilas Elit Politik Kotor

Opini

Ketika Kapal Boat Bergoyang

Opini

Qanun Pidie Jaya, Sebuah Pelanggaran Oleh Pemerintah Daerah

Opini

Guru Lem Pox