Hoaks Kian Marak Menjadi Ancaman Literasi
Di era digital saat ini, arus informasi di media sosial mengalir begitu deras. Siapa pun bisa menjadi penyebar berita, namun tidak semua informasi yang beredar dapat dipercaya. Fenomena hoaks atau berita bohong kian marak dan menjadi ancaman serius bagi literasi publik, stabilitas sosial, bahkan kelangsungan demokrasi.
Di sinilah peran penting pers sebagai garda terdepan melawan hoaks menjadi sangat krusial. Dengan prinsip kerja jurnalistik yang menjunjung tinggi verifikasi, klarifikasi, dan akurasi, pers berfungsi sebagai benteng utama dalam menyaring serta mengoreksi informasi palsu yang beredar di ruang digital.
Berita Pers: Akurat, Terverifikasi, dan Bertanggung Jawab
Berbeda dengan konten media sosial yang sering viral karena sensasional, berita yang diproduksi oleh pers melewati proses kerja profesional dan bertanggung jawab. Setiap fakta diuji, setiap sumber diverifikasi. Karena itu, keberadaan pers yang independen dan kredibel sangat dibutuhkan untuk menciptakan ruang informasi yang sehat dan berimbang.
Pers bukan sekadar penyaji berita, melainkan penjaga kebenaran di tengah banjir informasi. Ketika media sosial dikuasai oleh algoritma yang memprioritaskan klik dan sensasi, pers hadir untuk memastikan publik tetap mendapatkan informasi yang benar, relevan, dan dapat dipertanggungjawabkan.
Literasi Media: Kunci Melawan Hoaks
Namun perjuangan melawan hoaks tidak hanya menjadi tanggung jawab pers semata. Literasi media menjadi kunci penting dalam menghadapi derasnya arus disinformasi. Masyarakat harus aktif memilah, mengecek, dan berpikir kritis terhadap setiap informasi yang diterima maupun dibagikan.
Mendukung pers yang sehat berarti ikut menjaga kualitas demokrasi serta melindungi masyarakat dari pengaruh buruk disinformasi.
Kita semua memiliki peran dalam gerakan bersama melawan hoaks, tidak hanya sebagai pembaca, tetapi juga sebagai penyaring dan penyebar kebenaran.
Bersama Pers, Lawan Hoaks dan Jaga Kebenaran
Perjuangan pers dalam melawan hoaks tentu tidak mudah. Tekanan politik, kepentingan ekonomi, hingga algoritma media sosial yang menomorsatukan popularitas, kerap membuat jurnalisme berkualitas kalah pamor dari informasi menyesatkan.
Karena itu, penting bagi publik untuk menjadi agen perubahan dengan cara memverifikasi informasi sebelum membagikannya, mengedukasi lingkungan sekitar tentang bahaya hoaks, serta memperkuat dukungan terhadap media yang berpegang pada kode etik jurnalistik.
Pada akhirnya, melawan hoaks bukan hanya tugas pers, tetapi tanggung jawab bersama setiap warga negara yang peduli pada kebenaran.
Dengan berdiri bersama pers yang bebas dan profesional, kita ikut menjaga akal sehat bangsa dan masa depan demokrasi Indonesia.
Penulis: Khairuni Amalia.
Mahasiswi Prodi Komunikasi Dan Penyiaran Islam UIN Sultanah Nahrasiyah Lhokseumawe.
Editor: Redaksi