Banda Aceh — Pasca bencana banjir dan longsor yang melanda sejumlah wilayah di Aceh, Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto tercatat telah tiga kali mengunjungi daerah terdampak, di antaranya Aceh Tenggara, Bireuen, Aceh Tamiang, dan Aceh Tengah.
Kunjungan Presiden tersebut disambut dengan harapan besar oleh masyarakat, khususnya para korban bencana. Kehadiran kepala negara dinilai menjadi penguat moral sekaligus penanda bahwa negara hadir dan peduli terhadap penderitaan rakyat Aceh.
Namun demikian, Direktur Emirate Development Research (EDR), Dr. Usman Lamreung, M.Si, menegaskan bahwa kehadiran negara tidak cukup hanya dalam bentuk kunjungan dan empati simbolik.
Menurutnya, masyarakat Aceh menaruh harapan besar pada lahirnya kebijakan strategis dan konkret yang mampu mempercepat penanganan korban bencana, mulai dari masa tanggap darurat hingga tahapan rehabilitasi dan rekonstruksi.
“Salah satu persoalan mendesak saat ini adalah belum adanya standarisasi kebijakan tanggap darurat, terutama terkait bantuan kemanusiaan dari diaspora Indonesia di luar negeri,” ujar Usman Lamreung, Sabtu (13/12/2025).
Ia menjelaskan, banyak komunitas diaspora telah menggalang dan mengirimkan bantuan, namun hingga kini bantuan tersebut terhambat masuk ke Aceh akibat regulasi dan prosedur birokrasi yang berbelit.
“Kondisi ini membutuhkan intervensi kebijakan dari pemerintah pusat agar bantuan kemanusiaan tidak terhambat oleh birokrasi saat rakyat sedang berada dalam kondisi darurat,” tegasnya.
Usman Lamreung juga menilai, pada fase pasca tanggap darurat, pemerintah pusat perlu segera menerbitkan Keputusan Presiden (Keppres) atau Instruksi Presiden (Inpres) guna memberikan kepastian hukum dan arah kebijakan yang jelas.
“Kita berharap Bapak Presiden benar-benar menyelamatkan Aceh melalui Keppres,” ujarnya.
Menurut akademisi tersebut, seluruh janji pemerintah kepada korban bencana harus dijamin pelaksanaannya tanpa perubahan di tengah jalan. Keppres atau Inpres dinilai penting, termasuk untuk mengatur secara tegas mekanisme masuknya bantuan dari diaspora Indonesia langsung ke daerah terdampak.
Ia menilai, hingga saat ini penanganan bencana masih terjebak dalam birokrasi yang lamban, sementara di lapangan masyarakat membutuhkan bantuan yang cepat, tepat, dan nyata.
Dalam konteks ini, Usman Lamreung juga mendorong anggota DPR RI asal Aceh agar tidak tinggal diam. Mereka diminta bersuara lantang dan menjalankan tugas moral serta politik untuk mendorong pemerintah pusat segera mengambil kebijakan strategis.
“Rakyat Aceh tidak hanya menunggu empati, tetapi menunggu keputusan. Negara diuji bukan dari seberapa sering berkunjung, melainkan dari seberapa cepat dan tegas mengambil kebijakan saat rakyatnya dalam kesulitan,” tutup Usman Lamreung.
Editor: Amiruddin. MK










