Jakarta – Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan (Kementerian Imipas) menetapkan 146 orang petugas imigrasi dari seluruh Indonesia sebagai Petugas Imigrasi Pembina Desa (Pimpasa) dalam Apel Besar Pengukuhan Petugas Imigrasi Pembina Desa, Senin (04/11/2024).
Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan, Agus Andrianto yang memimpin apel tersebut menyebutkan, implementasi Desa Binaan Imigrasi dan penetapan Pimpasa merupakan pengejawantahan dari Asta Cita Presiden dan Wakil Presiden Rl, terutama Asta Cita Ketujuh yaitu “memperkuat reformasi politik, hukum dan birokrasi serta memperkuat pencegahan dan pemberantasan korupsi, narkoba, judi dan penyelundupan”.
“Petugas Imigrasi Pembina Desa merupakan wujud pelaksanaan 13 program akselerasi Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan kedelapan, yang menekankan pada pencegahan TPPO dan TPPM. Masyarakat Indonesia berhak untuk berupaya sebaik-baiknya dalam rangka meningkatkan taraf hidup mereka, termasuk memilih kesempatan bekerja di luar negeri. Namun demikian, Pemerintah perlu melakukan langkah mitigasi untuk meminimalisasi risiko manipulasi dan penyelundupan manusia oleh oknum tak bertanggung jawab dalam proses persiapan dan penyaluran Calon Pekerja Migran Indonesia (CPMI),” tutur Menteri Agus.
Program Pimpasa merupakan salah satu program skala nasional Kementerian Imipas bersama pemerintah daerah dan perangkat desa di berbagai wilayah di Indonesia. Fokus dari Desa Binaan Imigrasi adalah mempermudah akses informasi terkait Paspor RI dengan melibatkan perangkat desa sebagai perpanjangan tangan kantor imigrasi. Selain itu, program ini memberikan edukasi kepada masyarakat tentang bahaya tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dan tindak pidana penyelundupan manusia (TPPM), khususnya melalui jalur penyaluran Pekerja Migran Indonesia (PMI) Non-Prosedural. Hingga saat ini, terdapat total 125 Desa Binaan Imigrasi di seluruh Indonesia.
Kasus TPPO Meningkat
Menteri P2MI Abdul Kadir Karding mengungkapkan bahwa pada tahun 2024, terdapat 391 pekerja migran yang dipulangkan dari Kamboja karena terindikasi TPPO, 26 pekerja dari Myanmar, dan 22 pekerja dari Laos, dengan total 439 TKI.
Sementara itu, pada tahun 2025, sebanyak 82 pekerja dipulangkan dari Kamboja, 698 pekerja dari Myanmar, dan 16 pekerja dari Laos, sehingga total pemulangan TKI pada tahun 2025 mencapai 796 orang.
“Jadi ini yang paling besar Myanmar, dari 26 (TKI) menjadi 698 (TKI). Kemudian Laos, ada 22 (TKI) menjadi 16 (TKI), sampai bulan sekarang. Jadi totalnya adalah 1.235 dari posisi tahun 2024-2025,” kata Karding dalam Rapat Kerja (Raker) bersama Komisi IX DPR RI di Senayan, Jakarta, Senin (28/4/2025).
Myanmar tercatat sebagai negara dengan jumlah pemulangan terbanyak, yaitu 724 orang atau 58% dari total pekerja migran yang dipulangkan karena diduga menjadi korban TPPO. Kamboja menyusul dengan 473 orang atau 38,3%, dan Laos dengan 38 orang atau 3,1%.
Karding juga menyoroti lonjakan signifikan jumlah pekerja migran yang dipulangkan dari Myanmar, yang pada 2024 hanya berjumlah 26 orang, namun pada 2025 melonjak hampir 27 kali lipat menjadi 698 orang.
Imigrasi periksa 2.022 WNA selama dua hari operasi Wira Waspada
Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Imigrasi, Yuldi Yusman, mengatakan, pemeriksaan itu dilakukan petugas di 2.098 titik.
Dia mengatakan dari hasil pemeriksaan, sebanyak 294 WNA terindikasi melakukan pelanggaran terhadap ketentuan keimigrasian yang berlaku di Indonesia.
“Sebagian besar WNA yang diperiksa berasal dari Republik Rakyat Tiongkok (RRT) dengan jumlah mencapai 1.143 orang, Korea Selatan sebanyak 156 orang, Jepang 81 orang, India 74 orang, dan Malaysia 71 orang,” kata Yuldi Yusman dalam siaran pers resmi, Sabtu (19/7).
Selanjutnya, ada WNA asal Filipina yang tercatat sebanyak 60 orang, Amerika Serikat 46 orang, Thailand 39 orang, Belanda 29 orang, serta Yaman sebanyak 28 orang.
Yuldi menjelaskan, WNA yang diperiksa memiliki jenis izin tinggal yang beragam. Mayoritas WNA yang diperiksa berada di Indonesia dengan Izin Tinggal Terbatas sebanyak 1.581 orang dan 326 orang menggunakan Izin Tinggal Kunjungan.
Sedangkan sisanya terdiri dari pemegang Izin Tinggal Tetap (42 orang), pencari suaka UNHCR (43 orang), imigran ilegal (12 orang), dan WNA yang tidak memiliki izin tinggal sama sekali sebanyak 16 orang.
Yuldi melanjutkan, para WNA juga melanggar beragam jenis pelanggaran keimigrasian. Pelanggaran yang paling banyak ditemukan adalah penyalahgunaan izin tinggal dengan jumlah 148 kasus.
Selain itu, terdapat 34 kasus di mana WNA tidak dapat menunjukkan dokumen perjalanan atau izin tinggal saat diminta petugas.
“Pelanggaran lainnya meliputi overstay sebanyak 29 kasus, alamat tidak sesuai dengan izin tinggal atau belum melakukan mutasi alamat sebanyak 25 kasus, serta penggunaan sponsor fiktif sebanyak 8 kasus,” kata Yuldi.
Yuldi kembali melanjutkan, ke 294 WNA yang terindikasi melakukan pelanggaran saat ini masih menjalani proses pemeriksaan lebih lanjut.
Jika pelanggaran yang dilakukan hanya dalam lingkup keimigrasian, dia memastikan WNA tersebut akan langsung dikenakan sanksi sesuai UU Keimigrasian.
“Namun, apabila terdapat dugaan tindak pidana umum, WNA yang bersangkutan akan diserahkan kepada pihak berwenang,” jelas Yuldi.
Yuldi memastikan pihaknya akan kembali menggelar operasi serupa guna memastikan WNA yang tinggal di Indonesia mengikuti prosedur keimigrasian lebih lanjut.
“Ini adalah bentuk komitmen kami dalam menjaga kedaulatan negara dan memastikan bahwa setiap orang asing yang berada di Indonesia mematuhi seluruh ketentuan hukum yang berlaku,” tutupnya.
Editor: Amiruddin. MK