Home / Hukrim

Selasa, 16 September 2025 - 14:54 WIB

Lulus Cumlaude, Haryo Santoso Angkat Isu Pelaksanaan Supervisi KPK kepada Kepolisian dan Kejaksaan Agung dalam Ujian Disertasinya

mm Poppy Rakhmawaty

Gedung KPK. Foto: Net

Gedung KPK. Foto: Net

Jakarta – Universitas Borobudur menggelar sidang terbuka promosi doktor di bidang Ilmu Hukum, Selasa, 16 September 2025, di Gedung D, Kampus A Universitas Borobudur, Jakarta Timur. Kali ini, sidang terbuka promosi doktor Ilmu Hukum menjadi momen penting bagi Dr. Haryo Santoso S.E., S.H., M.M. Dirinya berhasil lulus dengan menyandang predikat cumlaude.

Ia merupakan Mahasiswa Program Doktor Ilmu Hukum dari angkatan 26, yang berhasil meraih gelar Doktor setelah mempertahankan disertasinya yang berjudul “Rekonstruksi terhadap Pelaksanaan Supervisi Komisi Pemberantasan Korupsi kepada Kepolisian Republik Indonesia dan Kejaksaan Agung Republik Indonesia dalam Penanganan Perkara Tindak Pidana Korupsi Guna Percepatan Hasil Penyelesaian Penanganan Perkara Tindak Pidana Korupsi di Indonesia”.

Haryo Santoso lulus dari Kampus Unggul Universitas Borobudur di bawah bimbingan dari Prof. Dr. Faisal Santiago, SH, MM, selaku Promotor dan Dr. Binsar Jon Vic, SH, MM, selaku Ko. Promotor.

Ia mengemukakan penelitian yang ia buat berangkat dari eksistensi Komisi Pemberantasan korupsi (KPK) dalam melakukan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi masih menghadapi kendala-kendala independen terkait kewenangan melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan dalam perkara tindak pidana korupsi.

Baca Juga :  Aceh Dikepung KPK

Ia menekankan tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui dan menganalisis kewenangan penanganan perkara tindak pidana korupsi di Indonesia. Juga guna menganalisis dan mengkaji upaya pelaksanaan supervisi Komisi Pemberantasan Korupsi untuk mempercepat hasil penyelesaian penanganan perkara tindak pidana korupsi.

“Untuk menelaah dan mengkaji pembaruan konstruksi hukum pelaksanaan supervisi pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia,” kata Haryo, di Jakarta, Selasa (16/9/2025).

Berdasarkan hasil penelitian, kesimpulan yang ia dapatkan bahwa penanganan perkara tindak pidana korupsi di Indonesia secara yuridis tidak hanya dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), tetapi juga oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Kejaksaan Republik Indonesia. Ketiga lembaga ini diakui oleh negara untuk melakukan penanganan pemberantasan tindak pidana korupsi.

Upaya KPK untuk mempercepat penyelesaian penanganan perkara tindak pidana korupsi tidak sesuai dengan yang diharapkan karena masih ada kendala dalam mengoptimalkan penanganan pemberantasan korupsi. Diperlukan strategi efektif yang berfokus pada pembentukan tim aparat penegak hukum yang berdedikasi untuk mencapai penyelesaian kasus yang cepat, transparan, dan bebas dari konflik kepentingan. Hubungan koordinasi fungsional dan institusional antara Kepolisian, Kejaksaan, dan KPK harus setara dan sejajar, tanpa ada lembaga yang berada di bawah atau di atas yang lain, untuk mencapai tujuan bersama.

Baca Juga :  Urgensi Perlindungan Pelapor Tindak Pidana Korupsi

“Hasil pelaksanaan supervisi KPK terhadap Kepolisian dan Kejaksaan Agung dalam percepatan penanganan tindak pidana korupsi di Indonesia tidak berjalan sesuai harapan karena faktor hukum itu sendiri. Ketiga lembaga penegak hukum ini tidak memiliki kesamaan kedudukan, keseimbangan, keserasian, dan keselarasan dalam menjalankan tugas dan kewenangannya. Hal ini mengakibatkan tidak terciptanya koordinasi dan sinergitas yang baik antarlembaga penegak hukum,” jelasnya.

Untuk itu ia mendorong agar penanganan perkara tindak pidana korupsi di Indonesia harus dilakukan dengan penegasan pembagian tugas dan kewenangan menggunakan prinsip diferensial fungsional, yang menetapkan asas penjernihan (clarification) dan modifikasi (modification) fungsi dan wewenang antara setiap instansi penegak hukum.
KPK dalam melakukan supervisi harus menjaga kesetaraan dan keseimbangan dengan lembaga penegak hukum lainnya guna mempercepat hasil penyelesaian penanganan perkara tindak pidana korupsi.

Baca Juga :  Kolaborasi KPK, Kemendagri, BPKP Awasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

“Negara harus merekonstruksi muatan materi pasal-pasal yang tumpang tindih, bersinggungan, dan tidak jelas terkait pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi. Hal ini termasuk merekonstruksi Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 102 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Supervisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” papar dia.

Pengaturan pelaksanaan supervisi yang baru harus memiliki muatan materi yang menjamin kesamaan kedudukan hukum, keseimbangan, keserasian, dan keselarasan antara Kepolisian, Kejaksaan, dan KPK.

“Selain itu, perlu dibuat konstruksi hukum baru berupa Peraturan Dewan Pengawas Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia tentang Kode Etik Dan Perilaku Petugas Pemberantasan Korupsi sebagai kekuatan pemersatu yang mengikat sistem (mekanisme kontrol) dalam penanganan perkara tindak pidana korupsi di Indonesia,” tuturnya.

Share :

Baca Juga

Hukrim

Polres Lhokseumawe Ringkus Dua Pengedar Ganja di Aceh Utara

Hukrim

Kejagung Periksa Dua Orang Saksi Terkait Perkara PT Duta Palma Korporasi

Aceh Timur

Ronny Ketua FAKSI Aceh Timur Pertanyakan Sikap DPRA Diduga Bungkam Terkait BRA

Hukrim

Lidpamfik TNI Akan Bekerja Sama dengan Polri, BIN, hingga BAIS Cari Preman Berkedok Ormas

Hukrim

Penyerahan 10 Tersangka dan Barang Bukti (Tahap II) Dalam Perkara Komoditas Timah

Hukrim

Santri yang Diperkosa Pimpinan Ponpes di Agara Masih di Bawah Umur

Daerah

WALHI Aceh : Sekda Subulussalam Jangan Jadi Jubir PT Sawit Panen Terus

Daerah

Warga Darul Kamal Temukan Tengkorak dan Kerangka Manusia, Korban Hilang 56 Hari Lalu