Banda Aceh – Pemadaman listrik berjam-jam di Aceh kembali memicu kemarahan publik. Warga merasa dirugikan besar, mulai dari usaha kecil yang merugi, peralatan elektronik yang rusak, hingga aktivitas masyarakat lumpuh total. Ketua Laskar Panglima Nanggroe, Sulaiman Manaf alias Manyak, menegaskan PLN tidak bisa lepas tangan dan wajib memberikan ganti rugi yang sepadan.
“Kalau rakyat telat bayar sehari saja, PLN bisa langsung bongkar meteran dan kasih denda. Tapi kalau listrik padam berjam-jam, kerugian rakyat luar biasa, sementara kompensasi tidak pernah adil. Ini bentuk ketidakadilan,” kata Manyak, Selasa (30/9/2025).
Ia menilai, pemadaman panjang yang terjadi belakangan ini bukan sekadar gangguan teknis biasa. Menurutnya, PLN telah melanggar UU No. 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan, yang menjamin hak konsumen atas aliran listrik secara terus-menerus dengan mutu dan keandalan yang baik, serta kompensasi apabila terjadi gangguan. Selain itu, Permen ESDM No. 27 Tahun 2017 dan Permen No. 18 Tahun 2019 juga secara tegas mengatur standar lama dan frekuensi padam listrik, sekaligus kewajiban PLN memberi ganti rugi.
“PLN harus membayar ganti rugi yang wajar dan dikenai denda sesuai aturan. Jangan hanya potongan receh di tagihan yang tidak sebanding dengan kerugian masyarakat,” tegasnya.
Bukan hanya aktivitas rumah tangga, banyak pelaku usaha kecil dan menengah (UMKM) mengaku kehilangan omzet karena listrik mati seharian. Pedagang ikan terpaksa merugi lantaran stok dagangan mereka membusuk. Begitu juga pemilik usaha laundry yang tidak bisa beroperasi. Bahkan rumah sakit dan fasilitas kesehatan juga terdampak serius, meski sebagian memiliki genset cadangan, namun biaya operasional membengkak.
“Kerugian nyata ini tidak pernah dihitung serius oleh PLN. Padahal rakyat yang jadi korban,” ujarnya.
Lebih jauh, Manyak menyinggung persepsi publik yang berkembang di media sosial. Menurutnya, netizen baik di Facebook maupun grup WhatsApp mulai mengaitkan pemadaman listrik dengan ketegangan politik di Aceh.
“Tak bisa disalahkan dan juga bukan tak mungkin, karena pengaturan listrik Aceh masih dikendalikan dari Medan. Jadi wajar jika masyarakat curiga dan mengaitkan padam listrik ini dengan aksi protes rakyat Aceh terhadap razia plat BL oleh Gubernur Sumut,” jelasnya.
Ia menegaskan, Laskar Panglima Nanggroe akan terus mengawal kasus ini dan mendesak PLN untuk transparan. PLN diminta memberi penjelasan terbuka soal penyebab pemadaman serta perhitungan kompensasi yang jelas bagi masyarakat.
“PLN jangan sembunyi di balik alasan teknis. Rakyat butuh kepastian, bukan janji-janji. Kalau tidak ada perubahan, suara protes akan semakin keras,” pungkas Manyak.
Editor: RedaksiReporter: Poppy Rakhmawaty