Wenzhou, China – Wali Kota Banda Aceh, Illiza Sa’aduddin Djamal, memenuhi undangan khusus dari Kantor Cabang Zhejiang Kantor Berita Xinhua dan Pemerintah Rakyat Kota Wenzhou untuk menjadi salah satu pembicara pada Maritime Silk Road Conference. Forum internasional tersebut berfokus pada kerja sama pariwisata budaya, perdagangan, serta pengembangan potensi ekonomi kreatif di sepanjang jalur sutra maritim.
Dalam presentasinya, Illiza menggaungkan kembali peran Banda Aceh sebagai bagian penting dari Jalur Sutra Maritim dunia, terutama di kawasan Asia Tenggara. Ia menegaskan bahwa posisi Banda Aceh di ujung barat Indonesia menjadikannya titik awal jalur maritim bersejarah yang telah terhubung dengan Tiongkok, Arab, dan India sejak abad ke-15.
“Pelabuhan Banda Aceh sejak dulu menjadi persinggahan kapal dari berbagai bangsa, membawa rempah, sutra, ilmu, dan nilai-nilai peradaban,” ujar Illiza di hadapan perwakilan Unesco, World Tourism Alliance, pejabat berbagai kota dunia, serta perwakilan platform besar seperti TikTok, Tripadvisor, Trip.com, dan Fliggy.
Illiza menekankan bahwa Banda Aceh bukan hanya dikenal sebagai Serambi Mekkah, tetapi juga sebagai pusat peradaban Islam tertua di Asia Tenggara yang kaya warisan sejarah, mulai dari Masjid Raya Baiturrahman hingga situs Gunongan.
Ia memaparkan nilai pembangunan kota yang ia anut: Faith, Culture, and Harmony, yang dirangkum dalam visi besar “Banda Aceh Kota Kolaborasi”, menekankan peran penting kemitraan antar pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat.
Pada forum tersebut, Illiza memperkenalkan brand pariwisata baru, “Charming Banda Aceh”, yang membawa lima pesona utama: budaya dan seni, tsunami dan ketangguhan, religi dan sejarah Islam, kuliner, serta wisata bahari melalui sinergi Basajan (Banda Aceh–Sabang–Jantho).
Selain pariwisata, Illiza memaparkan perkembangan Banda Aceh sebagai pusat ekonomi kreatif, termasuk identitas baru sebagai “Kota Parfum Indonesia” melalui pengembangan tanaman aromatik lokal seperti nilam, kenanga, dan melati.
Ia menyampaikan bahwa Banda Aceh bersama Universitas Syiah Kuala dan pelaku UMKM baru-baru ini berhasil mengekspor 1 ton minyak nilam ke Prancis senilai Rp1,5 miliar. “Kami ingin aroma Banda Aceh menjadi simbol kreativitas dan kemandirian ekonomi yang berakar pada nilai Islam,” ujarnya.
Illiza juga mengulas hubungan historis Aceh–Tiongkok sejak masa Dinasti Ming, termasuk pengiriman utusan Sultan Alauddin Riayat Syah ke Kaisar Wanli pada 1602 dan ditemukannya keramik Dinasti Ming di Gampong Pande dan Lamreh.
Masuk ke peluang modern, Illiza menawarkan sejumlah kolaborasi baru, di antaranya:
Promosi wisata lintas negara “From Wenzhou to Banda Aceh: The Maritime Silk Route Experience”
Investasi pariwisata halal dan waterfront city
Pertukaran SDM untuk pelatihan pariwisata, hospitality, dan teknologi digital
Kolaborasi Smart Tourism berbasis integrasi data dan AI
Pengembangan rute penerbangan Banda Aceh–Kuala Lumpur–Wenzhou/Guangzhou
Kerja sama media digital dengan TikTok/Douyin, Trip.com, Fliggy, dan WeChat
Dukungan logistik serta branding lintas negara bagi wisata, UMKM, dan event budaya
Menutup presentasinya, Illiza menyampaikan pesan perdamaian dan kolaborasi.
“Banda Aceh adalah kota kecil, tapi semangatnya besar—menjaga warisan, membangun kolaborasi, dan menebar kedamaian. Dari sejarah kita belajar kebersamaan, dari budaya kita belajar kemanusiaan, dan dari kolaborasi kita membangun masa depan yang damai. May our partnership sail together for peace, prosperity, and shared humanity,”tutupnya.
Editor: Amiruddin. MK













