Aceh Barat Daya – Dugaan temuan ulat dalam menu makan siang program MBG (Makan Bergizi Gratis) di Kabupaten Aceh Barat Daya memicu sorotan publik.
Foto yang beredar luas di media sosial memperlihatkan seekor ulat putih berada di atas potongan wortel dalam semangkuk sayur bening berisi labu dan ayam, yang merupakan menu resmi MBG di salah satu sekolah penerima program tersebut.
Insiden itu pertama kali dilaporkan masyarakat penerima manfaat pada Rabu (8/10/2025) siang.
Dugaan kelalaian higienitas dapur penyedia menu MBG ini langsung memantik kekhawatiran masyarakat terhadap standar sanitasi dan pengawasan yang seharusnya ketat dalam program pemerintah tersebut.
Rekanan pelaksana MBG Aceh Barat Daya, Wahyudi Satria, mengaku telah menerima laporan temuan ulat tersebut.
Ia menyampaikan apresiasi kepada pihak yang melaporkan dan berjanji memperbaiki sistem pengolahan di dapur penyedia.
“Terima kasih banyak dek. Sudah saya sampaikan ke Ka. SPPG sebagai pelaksana operasional di dapur. InsyaAllah akan diperbaiki lagi,” ujarnya saat dikonfirmasi Kamis (9/10/2025).
Sementara itu, Kepala SPPG, Dayat, membenarkan temuan ulat tersebut di SMA salah satu sekolah di Kecamatan Susoh.
“Iya betul bang, terkait hal itu kami sudah klarifikasi dan meminta maaf kepada pihak sekolah,” ujarnya melalui pesan WhatsApp.
Namun dalam pernyataannya, Dayat juga menyebut bahwa publikasi berita terkait MBG sebaiknya dikoordinasikan terlebih dahulu dengan Kodim 0110 Aceh Barat Daya selaku pihak pengawas.
“Kalau soal tayang beritanya itu bang, koordinasi dengan Kodim bang, karena mereka yang melakukan pengawasan di lapangan,” katanya.
Pernyataan tersebut memunculkan pertanyaan publik terkait transparansi dan independensi informasi tentang pelaksanaan program MBG di Aceh Barat Daya.
Temuan ulat ini menjadi peringatan serius terhadap minimnya kontrol kualitas (quality control) dan pengawasan kebersihan di dapur penyedia MBG.
Program ini sejatinya dirancang pemerintah untuk memastikan anak-anak sekolah mendapatkan asupan makanan bergizi dan aman setiap hari.
Salah seorang wali siswa di Aceh Barat Daya, M. Fadli, menilai insiden ini tidak boleh dianggap sepele.
“Kalau ulat bisa masuk ke dalam makanan, itu artinya proses pencucian, pemilahan bahan, atau masaknya tidak sesuai standar sanitasi. Ini bukan sekadar kelalaian teknis, tapi menyangkut kesehatan anak-anak kita,” ujarnya.
Fadli juga mendesak agar pengawas serta pihak rekanan dapur transparan dalam mengevaluasi prosedur produksi makanan MBG.
“Harus ada audit dan tindak lanjut nyata. Kalau tidak, kepercayaan masyarakat terhadap program ini bisa runtuh,” tegasnya.
Kasus ini menjadi cermin penting bagi pemerintah daerah dan seluruh pemangku kepentingan untuk memperketat pengawasan dapur MBG, mulai dari pengadaan bahan, proses masak, hingga distribusi ke sekolah.
Kegagalan menjaga kebersihan bukan hanya merugikan citra program, tetapi juga mengancam kesehatan ratusan pelajar penerima manfaat.
“Program ini harus menjamin kualitas gizi dan keamanan makanan, bukan malah menjadi sumber masalah kesehatan,” pungkas Fadli.
Editor: RedaksiReporter: Teuku Nizar