Home / Hukrim / Nasional

Rabu, 9 Juli 2025 - 18:58 WIB

Jampidum Setujui Empat Restorative Justice, Salah Satunya Perkara warga Aceh Tengah

Farid Ismullah

Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Prof. Dr. Asep Nana Mulyana. (Foto : NOA.co.id/HO-Puspenkum Kejagung RI).

Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Prof. Dr. Asep Nana Mulyana. (Foto : NOA.co.id/HO-Puspenkum Kejagung RI).

Jakarta – Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Prof. Dr. Asep Nana Mulyana memimpin ekspose virtual dalam rangka menyetujui 4 (empat) permohonan penyelesaian perkara berdasarkan mekanisme Restorative Justice (keadilan restoratif).

“Salah satu perkara yang disetujui penyelesaiannya melalui mekanisme keadilan restoratif yaitu terhadap Tersangka Suyanto bin Armigo dari Kejaksaan Negeri Aceh Tengah, yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (1) Undang-Undang Ri Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga,” Kata Asep, Rabu 9 Juli 2025.

Asep menjelaskan, Perkara tersebut bermula pada 13 Desember 2024 sekitar pukul 22.00 WIB, saat Korban Tri Febrianti, istri Tersangka, membangunkan Tersangka yang sedang tidur untuk mengingatkan bahwa sepeda motor mereka masih berada di luar rumah. Korban membangunkan Tersangka sebanyak empat kali, hingga akhimya Tersangka bangun dalam keadaan marah. Tersangka kemudian memukul kepala korban sebanyak 12 kali dengan kedua tangan dan menendang kepala korban sebanyak 2 kali.

Baca Juga :  Menko Polhukam Bersama Menteri ATR/BPN Membahas Tanah Ulayat Masyarakat Hukum Adat

“Kejadian tersebut disaksikan oleh Ibu dan Kakak Tersangka yang keluar dari kamar dan segera berusaha menahan Tersangka agar berhenti memukul Korban,” Terangnya.

Kemudian, Asep Menambahkan, Korban sempat merekam peristiwa kekerasan tersebut dengan ponselnya. Setelah itu, Korban meminta diantar pulang ke rumah ibunya, tetapi Tersangka dan kakaknya malah mengusir Korban. Korban kemudian melapor ke Polsek Pegasing dan diarahkan untuk membuat laporan resmi di Polres Aceh Tengah, sekaligus menjalani visum.

“Mengetahui kasus posisi tersebut, Pit. Kepala Kejaksaan Negeri Aceh Tengah Sayid Muhammad, S.H., M.H., Kasi Pidum Evan Munandar, S.H., M.H., dan Jaksa Fasilitator Muhammad Arifin Siregar, S.H. menginisiasi penyelesaian perkara ini melalui mekanisme restorative justice,” Katanya.

Dalam proses perdamaian yang berlangsung pada 25 Juni 2025, Tersangka mengakui perbuatannya dan menyatakan penyesalan, serta berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya baik terhadap korban maupun masyarakat. Korban menerima permintaan maaf Tersangka dengan syarat Tersangka memberikan kompensasi berupa emas seberat 10 gram.

Baca Juga :  Jampidum Setujui 10 Restorative Justice, Salah Satunya Perkara Penggelapan

Kedua belah pihak kemudian sepakat untuk berdamai. Permohonan penghentian penuntutan ini disetujui oleh Kepala Kejaksaan Tinggi Aceh Yudi Triadi, S.H., M.H. dan disahkan pada ekspose virtual oleh JAM-Pidum.

Selain perkara tersebut, JAM-Pidum juga menyetujui penyelesaian perkara melalui mekanisme keadilan restoratif terhadap 3 (tiga) perkara lainnya, yaitu:

1. Tersangka Anita Rode Sipiel alias Nita dari Kejaksaan Negeri Maluku Barat Daya, yang disangka melanggar Pasal 310 Ayat (1) KUHP tentang Pencemaran Nama Baik.

2. Tersangka | Mohamad Zakir alias Papa Ainun dan Tersangka II Dita Auditya alias Dita dari Kejaksaan Negeri Sigi, yang disangka melanggar Pasal 170 Ayat (2) ke-1 KUHP atau Pasal 351 Ayat (1) KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP tentang Penganiayaan secara bersama-sama.

3. Tersangka Suwardi bin Samingun dari Kejaksaan Negeri Samarinda, yang disangka melanggar Pasal 335 Ayat (1) KUHP tentang Perbuatan Tidak Menyenangkan.

Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:

Baca Juga :  Rakornas Organisasi Desa Bersatu 2025, JAM-Intel : Kejaksaan Hadir Cegah Pelanggaran Hukum di Desa

– Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf.

– Tersangka belum pernah dihukum.

– Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana.

– Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun.

– Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya.

– Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi.

-Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar.

– Pertimbangan sosiologis.

– Masyarakat merespon positif.

“Para Kepala Kejaksaan Negeri dimohon untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum,” pungkas JAM-Pidum.

Editor: Amiruddin. MK

Share :

Baca Juga

Hukrim

Kemenko Polkam Tidak Akan Pandang Bulu Berantas Kasus Judi Online

Daerah

Plt Kejati Aceh : Wartawan boleh laporkan bila ada temuan permainan kasus di kejaksaan

Hukrim

Kemenlu RI Berhasil Bebaskan WNI dari Ancaman Hukuman Mati

Nasional

Swadaya Buka Puasa Bersama dan Santunan Anak Yatim

Hukrim

Penipu Rumah Bantuan RTL Dibui

Hukrim

Imigrasi Gagalkan Keberangkatan Sembilan Jemaah Haji Ilegal

Nasional

BP3MI Riau amankan 32 PMI Ilegal usai kapal karam di laut, 11 diantaranya warga Aceh

Nasional

Kemenhut dan WWF Indonesia Garap Koridor Gajah di Aceh