Simeulue – Harapan nelayan di Desa Labuhan Bajau, Kecamatan Teupah Selatan, Kabupaten Simeulue, untuk memiliki tambatan perahu layak, kini tinggal puing. Kerangka proyek yang mangkrak berdiri di pesisir, menjadi monumen janji pembangunan yang tak kunjung terealisasi.
Pemandangan serupa terjadi di Desa Langi, Kecamatan Alafan. Dua proyek tambatan perahu yang digadang-gadang menopang ekonomi masyarakat pesisir itu kini terbengkalai, meninggalkan nelayan dalam ketidakpastian, Kamis (8/5/2025).
“Kalau sudah seperti ini, kepada siapa lagi kami harus mengadu?” kata seorang warga Labuhan Bajau, ditemui akhir pekan lalu.
Sebagian besar warga di kedua desa tersebut menggantungkan hidup dari laut. Tanpa tambatan yang layak, mereka kesulitan melaut, apalagi saat cuaca buruk menerjang.
Sejak awal, pengerjaan proyek tambatan itu menuai kecurigaan warga. Pelaksanaan dinilai lamban, pengawasan minim, dan isu penyimpangan anggaran beredar di tengah masyarakat.
“Kami hanya ingin tambatan itu selesai, bisa dipakai untuk mencari nafkah. Tapi sampai sekarang, semua hanya janji,” ujarnya.
Informasi yang diperoleh Noa.co.id menyebutkan, proyek itu kini dalam pemantauan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI. DPRK Simeulue juga telah membentuk panitia khusus (Pansus) untuk mengusut proyek tersebut.
Namun hingga berita ini diturunkan, belum ada keterangan resmi dari Pansus maupun anggota dewan terkait hasil investigasi mereka di lapangan.
Nelayan mendesak pemerintah daerah dan DPRK Simeulue tak berhenti pada pembentukan pansus. Mereka meminta langkah konkret untuk menyelamatkan proyek dan menindak tegas pihak-pihak yang bertanggung jawab.
“Kami tidak butuh janji lagi. Kami butuh aksi nyata,” kata seorang nelayan di Desa Langi.
Ia mengkhawatirkan, lemahnya pengawasan dan evaluasi proyek akan menjadi preseden buruk bagi pembangunan infrastruktur di wilayah pesisir Simeulue. “Ini soal hidup mati ratusan keluarga nelayan,” ujarnya.
Masyarakat juga menuntut DPRK mempercepat kerja pansus dan mempublikasikan hasil investigasi. “Transparansi adalah kunci. Jangan sampai masyarakat kembali dikecewakan,” katanya.
Bagi masyarakat pesisir, tambatan perahu bukan sekadar proyek pembangunan. Namun, adalah urat nadi ekonomi. Tanpa itu, aktivitas melaut yang menopang kehidupan warga terancam lumpuh.
Di tengah tekanan ekonomi dan cuaca laut yang kian sulit diprediksi, tambatan perahu menjadi kebutuhan yang tak bisa ditunda.
Hingga kini, nelayan masih menunggu kepastian. “Kami ingin tambatan perahu kami rampung. Bukan jadi tugu kegagalan di tepi pantai,” ujar seorang nelayan.
Editor: Amiruddin MK