BANDA ACEH – Komandan Sekolah Staf dan Komando TNI (Sesko TNI), Marsekal Madya TNI Arif Widianto SAB MTr (Han) CHRMP, bersama rombongan, melakukan kunjungan kehormatan kepada Wali Nanggroe Aceh, Paduka Yang Mulia Tgk Malik Mahmud Al-Haythar, di Meuligoe Wali Nanggroe, Kamis (30/10/2025) lalu.
Kepala Bagian Kerja Sama dan Humas Lembaga Wali Nanggroe, Zulfikar Idris, menyampaikan bahwa dalam pertemuan tersebut, Wali Nanggroe menegaskan pentingnya perdamaian Aceh sebagai bagian dari kekuatan strategis nasional.
“Perdamaian Aceh bukanlah tanda kelemahan, melainkan bentuk kekuatan strategis. Kita memilih jalan peradaban, diplomasi di atas konfrontasi. Menjaga Aceh berarti menjaga Indonesia, dan Indonesia harus memuliakan Aceh,” ujar Wali Nanggroe.
Dalam kesempatan itu, Wali Nanggroe turut didampingi Staf Khusus Dr. Muhammad Raviq, Anggota Majelis Tuha Peut Prof. Dr. H. Syahrizal Abbas, MA, serta Khatibul Wali Abdullah Hasbullah.
Wali Nanggroe juga memaparkan Konsep Nota Strategis Aceh 2025–2035, yang menempatkan Aceh sebagai “Frontier Barat Republik Indonesia”.
Konsep tersebut ditopang oleh tiga agenda utama, yakni: 1) Pembangunan sistem pertahanan maritim dan pesisir (Marine & Coastal Defense System), 2) Penguatan ekonomi maritim dan hilirisasi energi, 3) Pembangunan inklusif serta pemenuhan hak-hak masyarakat pascakonflik.
Sebagai tokoh penandatangan MoU Helsinki 2005 antara Pemerintah RI dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM), Wali Nanggroe menekankan bahwa perdamaian merupakan strategi ketahanan bangsa jangka panjang, bukan sekadar kesepakatan politik.
Sementara itu, Marsekal Madya TNI Arif Widianto menyampaikan apresiasi atas sambutan Wali Nanggroe dan menilai bahwa Aceh memiliki peran vital dalam sistem pertahanan dan kemanusiaan nasional.
“Suatu kehormatan besar dapat berkunjung dan berdialog langsung dengan Wali Nanggroe. Aceh adalah daerah yang pernah menjadi medan konflik, kini menjadi ruang pembelajaran. Dari Aceh, para calon pemimpin TNI belajar tentang ketahanan, kesetiaan, dan keseimbangan antara kekuatan dan kemanusiaan,” kata Arif.
Kunjungan tersebut juga bertepatan dengan kegiatan Latihan Penyusunan Rencana Tindakan Kontinjensi (Latniskontinjensi) bagi Perwira Siswa Dikreg ke-54 Sesko TNI di Banda Aceh.
Latihan ini bertujuan meningkatkan kesiapan perwira menghadapi krisis dan bencana secara cepat, tepat, dan terpadu, sekaligus menjadikan Aceh sebagai laboratorium strategis nasional dan pusat kesiapsiagaan kemanusiaan.
Dalam pertemuan itu, kedua pihak sepakat memperkuat sinergi antara Sesko TNI dan Lembaga Wali Nanggroe melalui riset bersama di bidang keamanan maritim, latihan militer–sipil terpadu, serta pengembangan Pusat Pertahanan–Ekonomi Regional (Regional Defense–Economic Hub) di Aceh.
Inisiatif ini diharapkan menjadi model baru pertahanan Indonesia yang berorientasi pada perdamaian dan kesejahteraan rakyat, dengan menautkan pembangunan manusia ke dalam sistem keamanan nasional.
Menutup pertemuan, Wali Nanggroe menegaskan kembali komitmen Aceh terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
“Aceh tetap menjadi perisai barat Indonesia dan rumah besar perdamaian. Loyalitas Aceh kepada Republik akan abadi, selama ia ditegakkan dengan keadilan dan kehormatan,” tutupnya.
Editor: RedaksiReporter: Redaksi















