Oleh: Rahman S.H – Aktivis Aceh Singkil
Aceh Singkil, menjelang Hari Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-80, seharusnya kita merdeka dari segala bentuk penderitaan: kemiskinan, ketidakadilan, dan kerusakan lingkungan. Namun di tanah ini, rakyat justru masih menjadi tawanan bukan oleh penjajah asing, tetapi oleh kebijakan yang salah arah.
Jalan-jalan di Aceh Singkil dipenuhi lubang, bukan hanya satu atau dua, tetapi begitu banyak hingga masyarakat menjulukinya “Satu Juta Lubang”.
Setiap hari, pengendara motor dan mobil harus berjibaku menghindari jebakan di jalan. Bukan hanya mengancam keselamatan, lubang-lubang ini menjadi simbol nyata kegagalan pemerintah memprioritaskan kebutuhan rakyat.
Yang lebih memilukan, Desa Buluara menurut informasi dari masyarakat setempat adalah tanah kelahiran Bupati Aceh Singkil sendiri, sejak kemerdekaan RI hingga hari ini belum pernah tersentuh aspal. Jalan menuju desa ini tetap berlumpur di musim hujan beserta genangan air dan berdebu di musim kemarau. Generasi demi generasi di sana hidup dengan harapan yang terus diulur, sementara pusat kekuasaan justru berada tak jauh dari sana.
Ironisnya, di tengah penderitaan itu, pemerintah daerah justru menggelontorkan Rp 2,2 miliar untuk membeli mobil dinas baru dan Rp 90 juta untuk iPad. Anggaran yang bisa menambal jalan, mengaspal desa, dan memperlancar akses warga malah digunakan untuk memanjakan kenyamanan pejabat.
Kita merdeka dari penjajah sejak 1945, tapi belum merdeka dari mentalitas feodal dan pemborosan anggaran. Setiap lubang di jalan adalah luka yang menganga, dan setiap pengadaan mewah adalah garam yang ditaburkan di atasnya.
Kemerdekaan seharusnya berarti bebas dari jalan rusak, bebas dari polusi, bebas dari kebijakan yang mengorbankan kepentingan rakyat demi gengsi pejabat. Jika pemerintah tak segera membenahi prioritasnya, maka perayaan kemerdekaan di Aceh Singkil hanyalah pesta di atas penderitaan.
Di Hari Kemerdekaan ini, Rahman ingin mengingatkan:
*Merdeka bukan hanya tentang mengibarkan bendera, tapi memastikan rakyat berjalan di jalan yang aman, bukan di jalan penuh lubang dan penuh dosa kebijakan.*