Jakarta – Ombudsman Republik Indonesia (ORI) meminta pemerintah untuk segera menetapkan Rencana Aksi Nasional (RAN) Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) 2025-2029. Alasannya, situasi TPPO kian mengkhawatirkan, dengan jumlah korban terus meningkat.
“Temuan Ombudsman menunjukkan lemahnya pengawasan, minimnya koordinasi antar-lembaga, dan tidak optimalnya perlindungan terhadap korban,” kata Anggota Ombudsman RI, Johanes Widijantoro dalam keterangannya, Senin, 18 Agustus 2025.
Data kajian Ombudsman mencatat lonjakan signifikan kasus TPPO pada awal tahun ini. Periode Januari-Maret 2025, Polri menangani 609 kasus dengan 1.503 korban-angka yang sudah melampaui separuh jumlah korban sepanjang 2024, yakni 2.179 korban dari 843 kasus dengan 1.090 tersangka.
“Tren ini membuktikan bahwa ketika kebijakan dan aksi lapangan terlambat, korban akan terus bertambah,” tegas Johanes.
Karenanya, Ombudsman meminta pemerintah segera menetapkan RAN TPPO 2025-2029 dengan target yang jelas, realistis, dan terukur, sebagai bukti bahwa perlindungan warga menjadi prioritas utama negara.
Selain itu, Polri selaku Ketua Gugus Tugas TPPO juga diminta menginisiasi penyusunan RAN secara terpadu, memperkuat koordinasi lintas-institusi, memastikan SOP penanganan korban dijalankan konsisten, serta menindak tegas pelaku tanpa pandang bulu.
Sedangkan terhadap kementerian dan lembaga terkait di tingkat pusat, diminta bergerak serentak mempercepat langkah pencegahan, penanganan, dan pemulihan korban, termasuk memastikan dukungan berkelanjutan bagi para korban.
Berdasarkan temuan Ombudsman, maladministrasi terjadi sejak tahap perencanaan, koordinasi, hingga pelaksanaan. Koordinasi antar-institusi dinilai lemah, tidak ada mekanisme terpadu untuk pencegahan, perlindungan, dan pendampingan korban, sementara SOP kerap diabaikan.
Akibatnya, pendampingan terhadap korban, baik secara prosedural maupun psikologis berlangsung minim.
“Setiap korban TPPO adalah bukti nyata kegagalan sistem yang seharusnya melindungi warganya. Lambannya penetapan RAN TPPO 2025 mengirim sinyal bahwa pencegahan belum menjadi prioritas. Ombudsman menuntut langkah nyata dan terukur, bukan sekadar retorika,” tukasnya.
Editor: Amiruddin. MK