Sigli – Di sebuah warung makan kecil di pinggir jalan Kota Sigli, Ruslan (54) tampak gelisah. Bukan karena dapurnya ramai pelanggan, melainkan karena satu-satunya tabung gas 12 kilogram yang ia andalkan tinggal menyisakan api kecil. Ia pun terpaksa turun tangan sendiri mencari gas pengganti—suatu hal yang belakangan ini menjadi semakin sulit dilakukan.
“Gas 3 kilo sudah lama langka, sekarang yang 12 kilo pun ikut hilang. Harga naik, tapi tetap harus pesan dulu,” keluh Ruslan. Tangannya menepuk-nepuk tabung kosong yang ia bawa dari warung, seakan memastikan bahwa kelangkaan itu benar terjadi.
Gas Langka, Harga Melonjak
Apa yang dialami Ruslan bukan kasus tunggal. Di banyak sudut Kabupaten Pidie, masyarakat mulai mengeluhkan kondisi serupa. Gas elpiji 12 kg non-subsidi kini menjelma menjadi barang langka, dan ketika tersedia harganya meroket hingga Rp 350.000 per tabung—jauh di atas harga normal sekitar Rp 220.000.
Di pangkalan resmi PT Niaga Gas di area SPBU Pulo Pisang, suasana justru tampak sepi. Namun sesungguhnya bukan karena stok melimpah—melainkan karena hanya pembeli yang sudah memegang kupon dari malam sebelumnya yang berhak mengambil jatah gas.
Para pembeli baru justru diwajibkan kembali sekitar pukul 20.00 WIB untuk mengambil kupon, semacam tiket masuk yang menjadi penentu siapa yang berhak mendapatkan tabung pada hari Senin mendatang.
Sistem Kupon, Antrian yang Tak Tampak
“Yang datang sekarang tidak bisa langsung ambil. Harus balik malam nanti untuk ambil kupon,” ujar Tuah Bertona, pengelola pangkalan. Ia tampak kelelahan menjelaskan aturan baru yang terpaksa diberlakukan”,jelas Tuah Bertona petugas pengelola Pangkalan keada wartawan, Sabtu (6/12/2025).
Menurut Tuah, lonjakan harga bukan berasal dari sisi gasnya, melainkan biaya logistik yang ikut naik tajam. “Sekarang yang mahal itu ongkosnya,” ucapnya. “Gas harus didatangkan lewat jalur laut, dan biaya bongkar muat per tabung bisa sampai seratus ribu rupiah.”
Sementara pasokan gas 3 kg bersubsidi masih benar-benar kosong, untuk gas 12 kg pun diberlakukan sistem bayar di awal dan titip tabung kosong, lalu mengambilnya keesokan hari. Tidak ada lagi pembelian langsung—bahkan meski uang sudah di tangan.
Harapan di Tengah Situasi yang Menyesakkan
Di tengah kelangkaan ini, banyak warga yang menggantungkan hidup dari usaha kecil—warung makan, penjual kue, hingga pedagang gorengan—ikut terjepit. Tanpa gas, dapur berhenti bekerja, dan tanpa dapur, penghasilan mereka terancam.
“Saya cuma berharap pemerintah cepat turun tangan,” kata Ruslan. “Kalau begini terus, kami yang kecil-kecil ini yang paling susah.”
Editor: Amiruddin. MKReporter: Amir Sagita










