Jakarta – Kejaksaan Agung mengakui penegakan hukum dalam kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Indonesia belum optimal.
Hal itu disampaikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Asep Nana Mulyana saat menjadi panelis dalam Talkshow ‘Darurat Perdagangan Orang, Bersama Perangi Kejahatan Kemanusiaan’.
“Kekurangan di sana di sini, keterbatasan di sana di sini, kami harus akui itu. Kaitan tadi, kita fokus masih pada orang, pada pelaku saja,” kata Asep di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu 30 Juli 2025.
Asep mencatat, salah satu kekurangannya saat ini adalah, menjadi korban TPPO hanya sebagai alat bukti saja tanpa ada tindak lanjut setelah rangkaian proses persidangan.
“Begitu selesai, tinggalkan begitu saja. Lalu bagaimana penanganan pasca kejahatan? Itu bukan bagian mudah bagaimana kita memulihkannya,” jelas Asep.
Berdasarkan data dimiliki, kasus TPPO selalu meningkat setiap tahunnya. Tercatat, pada tahun 2021 terdapat 150 laporan kasus, 2022 terdapat 173 kasus, 2023 terdapat 734 kasus, 2024 terdapat 317 kasus dan 2025 sebanyak 442 kasus.
Ia pun berpandangan, selain memberikan hukuman bagi pelaku, penanganan kasus TPPO juga harus memperhatikan kondisi korban dengan konsep victim impact statement, yaitu peran negara dalam memberikan rasa adil kepada korban TPPO.
“Konsep ini di Amerika sudah populer, Finlandia, Australia, Korea Selatan, yang benar-benar peduli terhadap bagaimana-bagaimana terhadap (korban) TPPO itu,” dia menandasi.
Dalam Kondisi Darurat
Sementara itu, Ketua Jaringan Nasional (Jarnas) Anti Perdagangan Rahayu Saraswati Djojohadikusumo menegaskan, kasus perdagangan orang yang menjadikan rakyat Indonesia sebagai korban sudah berada dalam kondisi darurat. Maka dari itu, dia mengingatkan pemerintah untuk membuka mata dan hati terhadap kasus TPPO yang belum tuntas.
“Untuk kasus-kasus perdagangan orang kita mau memberi peringatan kepada pemerintah bahwa ini ada banyak kasus yang harus diselesaikan, dituntaskan segera!,” tegas wanita karib disapa Sara ini dalam acara senada.
Sara pun mengajak kepada semua masyarakat untuk hadir bersama korban perdagangan orang. Bukan hanya mereka yang tertipu melalui modus online scamming di luar negeri, tetapi juga terhadap mereka yang mengalami perdagangan orang, kekerasan seksual, kekerasan fisik yang terjadi di Indonesia.
“Ini adalah tugas penting dan saya harus meluruskan bahwa kalau kita bicara perdagangan orang bukan hanya yang lintas negara. Tapi juga terjadi di Indonesia,” tutupnya.
Editor: Amiruddin. MK