Jakarta – Penyidik Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) menggelar rekonstruksi terkait penyidikan dugaan tindak pidana suap dan/atau gratifikasi serta perintangan penanganan perkara di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat (Jakpus), Senin.
“Rekonstruksi ini bertujuan mencocokkan keterangan antar-tersangka sebagai alat bukti petunjuk,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, 28 April 2025.
Rekonstruksi tersebut melibatkan 8 tersangka dengan nilai suap Rp 60 miliar. 8 tersangka itu adalah Djumyanto (DJU), Agam Syarif Baharudin (ASB), Ali Muhtarom (AM), dan Muhammad Arif Nuryanta mantan Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) dan saat ini menjabat sebagai Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel).
Lalu, Wahyu Gunawan (WG) selaku panitera muda Perdata Pengadilan Negeri Jakarta Utara (PN Jakut), Marcel Santoso (MS); Aranto (AR) sebagai advokat atau pengacara; dan Muhammad Syafei (MSY) selaku Head of Social Security Legal PT Wilmar Group.
Adapun rekonstruksi dilakukan untuk memverifikasi fakta-fakta yang telah disampaikan dalam berita acara pemeriksaan para tersangka dan saksi.
Proses rekonstruksi yang disaksikan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) itu memperagakan kembali perbuatan para tersangka sesuai keterangan yang telah diberikan.
“Kegiatan ini merupakan bagian dari penyidikan untuk mengungkap dugaan korupsi suap dan/atau gratifikasi terkait penanganan perkara di PN Jakarta Pusat, serta dugaan tindak pidana perintangan terhadap proses hukum,” jelas Harli.
Selain itu, menurut Harli, rekonstruksi dalam penyidikan tindak pidana bertujuan memberikan gambaran jelas tentang peristiwa yang terjadi. “Ini adalah teknik penyidikan untuk memeriksa kebenaran keterangan tersangka dan saksi, sekaligus melengkapi berkas perkara,” jelasnya.
Rekonstruksi tersebut menjadi langkah penting dalam memastikan kecocokan antara keterangan dan fakta di lapangan, sehingga memperkuat bukti dalam proses hukum.
“Kejaksaan Agung berkomitmen untuk menangani kasus ini secara transparan dan profesional guna menegakkan supremasi hukum,” tandas Harli.
Diketahui bahwa Kejaksaan Agung terus mengusut kasus suap di balik vonis ontslag atau lepas tiga terdakwa korporasi di kasus korupsi ekspor crude palm oil (CPO) atau bahan baku minyak goreng. Total ada delapan orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka sejauh ini.
Kasus ini berawal saat tiga korporasi menjadi terdakwa di kasus korupsi migor. Ketiganya adalah Permata Hijau Group, Wilmar Group, dan Musim Mas Group. Sidang kasus ini digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Jaksa penuntut umum lalu menuntut ketiga korporasi itu dengan denda uang pengganti yang nominalnya terhitung tinggi. Permata Hijau Group dituntut dengan denda uang pengganti Rp 937 miliar, Wilmar Group Rp 11,8 triliun, dan denda uang pengganti sebesar Rp 4,8 triliun untuk Musim Mas Group.
Tuntutan jaksa itu diempaskan oleh majelis hakim. Dalam sidang putusan yang digelar pada 19 Maret 2025, majelis hakim menjatuhkan vonis ontslag atau lepas kepada tiga terdakwa korporasi tersebut.
Kerja penyelidikan Kejagung kemudian mengungkap ada kongkalikong suap yang melibatkan para hakim dan pengacara di balik vonis lepas tiga terdakwa korporasi kasus migor.
Total ada delapan orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini yang terbagi dalam dua klaster, yaitu pemberi dan penerima suap. Jika dirunut lagi, para tersangka ini terbagi ke dalam tiga kategori mulai dari hakim, pengacara, dan swasta.
Ada empat orang hakim yang ditetapkan sebagai tersangka. Salah satunya ialah Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta (MAN). Saat kasus ini terjadi, Arif menjabat sebagai Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Arif memainkan peran kunci di balik vonis lepas tiga terdakwa korporasi migor. Hakim senior ini merupakan orang yang mematok tarif suap Rp 60 miliar agar tiga terdakwa korporasi itu divonis lepas.
“Jadi MAN saat itu menjabat sebagai Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang saat ini yang bersangkutan menjabat sebagai Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Terkait dengan aliran uang, penyidik telah menemukan bukti yang cukup bahwa yang bersangkutan telah menerima, diduga menerima uang sebesar 60 miliar rupiah untuk pengaturan putusan agar putusan tersebut dinyatakan ontslag,” kata Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung, Abdul Qohar, dalam konferensi pers di gedung Kejagung pada 12 April 2025.
Uang suap Rp 60 miliar itu lalu dibagi Arif kepada tiga hakim yang mengadili perkara terdakwa korporasi migor. Ketiga hakim itu ialah Djuyamto, Agam Syarif Baharudin, dan Ali Muhtaro.
Total ada dua kali pemberian uang suap dari Arif kepada ketiga hakim, yaitu Rp 4,5 miliar untuk pemberian pertama dan Rp 18 miliar untuk pemberian kedua. Jika ditotal, ketiga hakim ini mendapatkan bagian suap Rp 22,5 miliar dari keseluruhan suap Rp 60 miliar.
Dalam klaster ini juga terdapat satu panitera muda Pengadilan Negeri Jakarta Utara bernama Wahyu Gunawan. Dia berperan sebagai perantara suap dari pihak pengacara ke Muhammad Arif Nuryanta.
Editor: Amiruddin. MK