Aceh Barat Daya – Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) meminta DPR tingkat Provinsi, Kabupaten/Kota yang dipimpin Penjabat (PJ) Gubernur/Bupati/Walikota memasuki habis masa jabatan untuk mengusulkan tiga nama pengganti.
Namun, untuk provinsi Aceh, provinsi dengan berbagai keistimewaannya oleh DPRA (Dewan Perwakilan Rakyat Aceh) hanya mengusulkan satu nama pengganti PJ Gubernur yang saat ini dijabat oleh Ahmad Marzuki.
Pasca DPRA sepakat usul satu nama, yakni Bustami Hamzah, kini muncul pro kontra dan kegaduhan di tengah-tengah. masyarakat Aceh.
Meski memicu kegaduhan, DPRA berdalih bahwa PJ Gubernur Aceh, Ahmad Marzuki, selain minim prestasi juga dinilai tidak paham tentang kondisi Aceh yang mengakibatkan, mantan Pangdam Iskandar Muda itu dinilai tidak layak diusulkan lagi karena dinilai tidak mampu dan bikin gaduh.
Atas dasar itu, DPRA sepakat untuk menghentikan kegaduhan dengan mengusul calon pengganti Ahmad Marzuki.
Pada awal-awal pengusulan, anggota DPRA memang masih merahasiakan nama tunggal calon Pj Gubernur Aceh yang sudah disepakati dalam rapat Bamus (Badan Musyawarah) pada Jumat (9/6/2023).
Rapat Bamus tersebut untuk mendengar masukan fraksi-fraksi dipimpin langsung Wakil Ketua DPRA Safaruddin berkesimpulan mengusulkan nama untuk menggantikan Achmad Marzuki sebagai Pj Gubernur Aceh.
Setelah rapat Bamus, kalangan DPRA mengungkap bahwa sosok tersebut adalah orang Aceh. Terakhir, Bustami Hamzah disebut-sebut sebagai pengganti PJ Gubernur yang diusulkan ke Kemendagri.
Usulan nama pengganti justru muncul polemik baru, opini miring dan pendapat tidak sedap terus digiring, DPRA dinilai salah kaprah dan tidak objektif dalam mengambil keputusan.
Pasalnya, banyak penilai Aceh memiliki berbagai figur yang cocok untuk diusulkan menjadi PJ Gubenur, sebut saja Indra Iskandar dan Safrizal ZA.
Indra Iskandar saat ini menjabat Sekretaris Jenderal DPR RI dan Safrizal ZA yang saat ini mengemban amanah sebagai Direktur Jenderal Bina Administrasi Ke Wilayah di Kementerian Dalam Negeri (Adwil Kemendagri) pernah menjadi perbincangan sebelum Ahmad Marzuki terpilih jadi PJ Gubernur Aceh.
Dua nama tersebut merupakan tokoh Aceh yang berkiprah di pusat pernah masuk dalam bursa pencalonan Pj Gubernur Aceh, bahkan dinilai lebih berpeluang dibandingkan Ahmad Marzuki.
Penolakan pengusulan satu nama ini mendapat respon beragam, mulai ada yang me dukung hingga menolak dengan berbagai argumentasi masing-masing.
Salah seorang tokoh masyarakat di Kabupaten Aceh Barat Daya, Elizar Lizam menilai pengusulan satu nama calon Pj Gubernur Aceh rawan disusupi nama-nama lain di Kementerian Dalam Negeri.
Nama-nama baru ini, ditakutkan akan menjadi “perioritas” orang-orang dalam di Kementerian, karena itu hak mutlak Kemendagri dalam seleksi Pj Gubernur.
“Jika nama yang diusulkan ini tidak lolos saat diserahkan ke Presiden, berarti Kemendagri dipastikan akan mengusulkan nama-nama lain yang ada di Kemendagri, itu hak mutlak Kemendagri,” kata Elizar Lizam.
Jika sudah ditetapkan, katanya, Aceh tidak berhak menolak apapun yang telah ditetapkan oleh Kemendagri dalam penentuan PJ Gubernur tersebut. “Ini yang kita sayangkan bila memang hanya mengusulkan satu nama,” kata Adun sapaan akrabnya.
Seharusnya, katanya, DPRA lebih membuka ruang untuk mengusulkan nama-nama yang akan memimpin Aceh setahun ke depan. “Aceh banyak figur lainnya, bisa diusulkan sesuai apa uang diharapkan Kementerian, tiga nama seharusnya diusulkan,” sebut Adun.
Namun, Adun tetap percaya kepada anggota DPRA masih konsisten membangun Aceh kearah lebih baik. “Apapun keputusan kalangan DPRA itu tentunya terbaik untuk Aceh, kita berdoa semoga wakil-wakil kita ini masih tetap konsisten,” pungkasnya.