Banda Aceh – Peningkatan suhu udara yang makin terasa di Banda Aceh dalam beberapa waktu terakhir kembali mengingatkan publik akan pentingnya komitmen terhadap isu perubahan iklim. Di tengah cuaca yang kian ekstrem, banyak pihak kembali menyoroti kiprah Wali Kota Banda Aceh periode lalu, Illiza Sa’aduddin Djamal, yang sempat tampil di panggung dunia sebagai pembicara dalam Konferensi Iklim Internasional di Córdoba, Argentina. Selasa 01 juli 2025 lalu.
Dalam konferensi yang diselenggarakan oleh Global Covenant of Mayors for Climate and Energy (GCoM) itu, Illiza menyampaikan presentasi berjudul “Women’s Role in Waste Management” pada sesi pleno bertema “From Minimum Compliance to Structural Change: Gender Inclusive Solutions for Climate Action.”
“Alhamdulillah, Banda Aceh dengan segala potensinya kini mulai mendapat tempat di panggung internasional,” ujar Illiza, dikutip dari Layarberita.
Dalam forum tersebut, Illiza memaparkan pengalaman Banda Aceh dalam pengelolaan sampah yang melibatkan partisipasi aktif perempuan. Menurutnya, peran perempuan sangat vital dalam menciptakan perubahan nyata di tingkat komunitas, termasuk dalam menjaga lingkungan dan menekan emisi rumah kaca.
Kehadirannya di Argentina bukan sekadar seremoni, melainkan bagian dari pengakuan global terhadap upaya lokal yang dilakukan di Banda Aceh. Bahkan, seluruh biaya perjalanan dan akomodasi ditanggung sepenuhnya oleh panitia.
“Selain diundang oleh Menteri Lingkungan Hidup Pemerintah Provinsi Córdoba, tiket pesawat dan akomodasi sepenuhnya ditanggung oleh GCoM,” tulis situs resmi Diskominfo Banda Aceh.
Setelah sesi panel, Illiza juga mengunjungi Kota Despeñaderos untuk melihat langsung model pengelolaan sampah rumah tangga berbasis pemberdayaan perempuan, yang sekaligus menjadi inspirasi dan ruang kolaborasi antara kota-kota lintas benua.
“Insyaallah, agenda penting ini menambah pengetahuan, wawasan, dan pengalaman kita serta menjadi momentum menghidupkan kembali kolaborasi internasional menuju Banda Aceh yang lebih baik ke depan,” ujar Illiza.
Kini, ketika suhu udara di Banda Aceh kerap menembus angka 34–36 derajat Celsius dan dampak perubahan iklim mulai dirasakan oleh masyarakat secara langsung, momen keikutsertaan Illiza dalam konferensi iklim internasional itu menjadi pengingat bahwa solusi harus dibangun sejak dari kebijakan lokal dan aksi komunitas.
Pemerhati lingkungan menilai, sudah saatnya Banda Aceh menghidupkan kembali forum-forum lintas sektor yang membahas adaptasi dan mitigasi perubahan iklim. Apa yang pernah dibawa Illiza ke panggung internasional adalah fondasi yang bisa dikembangkan lebih jauh oleh generasi kepemimpinan selanjutnya.
Editor: Amiruddin. MKReporter: Aininadhirah