Jakarta – Mahkamah Konstitusi (MK) menetapkan bahwa operasi tangkap tangan (OTT) terhadap jaksa tidak lagi memerlukan izin dari Jaksa Agung. Putusan tersebut dibacakan dalam sidang pengucapan perkara Nomor 15/PUU-XXIII/2025 di ruang sidang MK, Jakarta, Kamis (16/10/2025).
Putusan ini disambut sebagai langkah maju dalam memperkuat transparansi dan akuntabilitas penegakan hukum, khususnya dalam upaya pemberantasan korupsi di lingkungan aparat penegak hukum.
Dalam amar putusannya, MK menegaskan bahwa pengecualian berlaku bagi jaksa yang diduga terlibat tindak pidana berat, termasuk kejahatan terhadap keamanan negara. Dengan demikian, aparat penegak hukum kini dapat melakukan OTT terhadap jaksa tanpa harus menunggu izin dari Jaksa Agung.
Gugatan terhadap aturan tersebut diajukan oleh tiga pihak, yakni Agus Setiawan (mahasiswa), Sulaiman (pengacara), dan organisasi masyarakat Perhimpunan Pemuda Madani yang diwakili oleh Ketua Umumnya, Furqan.
Mereka menggugat Pasal 8 ayat (5) Undang-Undang Kejaksaan, yang sebelumnya memberikan perlindungan khusus bagi jaksa karena proses pemeriksaan, penangkapan, atau penahanan harus mendapat izin dari Jaksa Agung.
Dalam pertimbangannya, MK menilai bahwa meskipun jaksa memerlukan perlindungan hukum dalam menjalankan tugas, perlindungan tersebut tidak boleh menimbulkan ketimpangan atau membuka peluang penyalahgunaan wewenang.
Hakim Konstitusi Arsul Sani menegaskan pentingnya keadilan dan kesetaraan di hadapan hukum. “Setiap individu, termasuk jaksa, harus diperlakukan sama di hadapan hukum,” ujarnya.
Melalui putusan ini, MK merevisi tafsir Pasal 8 ayat (5) UU Kejaksaan dengan menambahkan klausul pengecualian terhadap jaksa yang diduga melakukan kejahatan serius atau mengancam keamanan negara.
Keputusan ini dianggap sebagai langkah penting dalam reformasi kelembagaan kejaksaan, karena memperkuat prinsip transparansi dan akuntabilitas di tubuh institusi penegak hukum. Dengan demikian, OTT terhadap aparat kejaksaan kini dapat dilakukan tanpa hambatan administratif, sepanjang terdapat bukti permulaan yang cukup, sebagaimana berlaku bagi penegak hukum lainnya.
Putusan MK ini diharapkan mampu menumbuhkan budaya hukum yang lebih bersih dan adil di Indonesia, sekaligus memperkuat kepercayaan publik terhadap lembaga penegak hukum.
Editor: Amiruddin. MK