Home / Internasional

Selasa, 3 Juni 2025 - 13:42 WIB

Krisis Anggaran memburuk, Program Kemanusiaan PBB Terancam

FARID ISMULLAH

©UNFPA Sudan | Sufian Abdul-Mouty Seorang perawat bidan berbicara dengan seorang wanita di sebuah rumah sakit bersalin di Khartoum, Sudan.

©UNFPA Sudan | Sufian Abdul-Mouty Seorang perawat bidan berbicara dengan seorang wanita di sebuah rumah sakit bersalin di Khartoum, Sudan.

Jakarta – Berdasarkan Informasi yang diterima dari Pusat Informasi PBB di Indonesia (UNIC), Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) kini menghadapi krisis keuangan yang semakin memburuk dan mengancam berbagai program kemanusiaannya di seluruh dunia, Selasa 3 Juni 2025.

Mulai dari bantuan bagi para pengungsi di Mozambik hingga layanan kesehatan untuk ibu di Afghanistan, sejumlah program vital terancam terhenti jika dana tidak segera tersedia.

Per 9 Mei, negara-negara anggota PBB baru menyetor sekitar US$1,8 miliar dari total anggaran rutin PBB sebesar US$3,7 miliar untuk tahun 2025.

Ditambah tunggakan dari tahun-tahun sebelumnya, jumlah keseluruhan dana yang belum dibayar mencapai sekitar US$2,4 miliar hingga akhir April tahun ini.

Amerika Serikat tercatat sebagai negara dengan tunggakan terbesar, yakni sekitar US$1,5 miliar. Hal ini terkait dengan pemerintahan Trump yang sedang menahan dana sebagai bagian dari upaya AS dalam mengurangi pengeluaran negara.

Baca Juga :  Kemlu RI: Pasukan perdamaian akan diterjunkan setelah ada mandat PBB

Beberapa negara besar lain juga belum melunasi kewajibannya, di antaranya Tiongkok (US$597 juta), Rusia (US$72 juta), Arab Saudi (US$42 juta), Meksiko (US$38 juta), dan Venezuela (US$38 juta). Negara-negara anggota lainnya juga masih menunggak sekitar US$137 juta.

Anggaran PBB untuk misi penjagaan perdamaian juga mengalami krisis serupa, dengan total tunggakan mencapai $2,7 miliar per 30 April.

Di tengah kondisi ini, Sekretaris Jenderal PBB António Guterres pada Maret lalu meluncurkan inisiatif “UN80” yang bertujuan meningkatkan efisiensi, menyederhanakan sistem kerja, dan memangkas biaya.

Salah satu cara yang dipertimbangkan adalah dengan melakukan pengurangan pekerja hingga 20 persen untuk mengurangi pembagian tugas kerja yang tumpang tindih.

Terancamnya Layanan untuk Perempuan, Pengungsi, serta Kesehatan

Krisis anggaran ini juga berdampak besar pada badan-badan PBB yang memiliki anggaran dan sumber dana tersendiri. Salah satunya adalah UNFPA, badan PBB yang menangani isu kesehatan seksual dan reproduksi.

Baca Juga :  Museum Tsunami Aceh dan PBB di Indonesia Luncurkan Pameran Foto

UNFPA memperingatkan bahwa perempuan dan anak perempuan di wilayah krisis seperti Republik Demokratik Kongo, Haiti, Sudan, dan Afghanistan mulai merasakan dampaknya.

Pemangkasan dana membuat PBB kesulitan menyediakan tenaga medis, obat-obatan penting, serta layanan untuk korban kekerasan seksual. Di Mozambik, hampir 750 ribu pengungsi sangat membutuhkan bantuan.

Namun, UNHCR menyatakan bahwa layanan dasar seperti kesehatan, pendidikan, dan perlindungan terhadap kekerasan berbasis gender terancam dihentikan karena dana yang tersedia baru mencakup sepertiga dari yang dibutuhkan.

Program penanggulangan HIV/AIDS juga tidak luput dari ancaman. Di Tajikistan, Direktur UNAIDS Aziza Hamidova mengungkapkan bahwa sekitar 60 persen dari dukungan dana untuk program HIV terancam hilang. Sejumlah pusat layanan kesehatan sudah tutup, kegiatan sosialisasi dihentikan, dan akses terhadap tes serta konseling PrEP telah menurun drastis.

Baca Juga :  Misteri Kaburnya 24 Imigran Rohingya dari Aceh Selatan

Dana untuk Penanganan Krisis semakin Menipis

Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB (OCHA) yang memimpin penanganan krisis global turut menyampaikan kekhawatirannya terhadap dampak besar dari kurangnya dana.

Di Sudan, hanya 13 persen dari total kebutuhan dana sebesar US$4,2 miliar yang sudah diterima. Akibatnya, sekitar 250 ribu anak harus putus sekolah. Di Kongo, kasus kekerasan berbasis gender melonjak hingga 38 persen, sementara layanan bantuan mulai ditutup.

Di Haiti, upaya penanggulangan wabah kolera terancam berhenti. Sementara itu di Ukraina, hanya 25 persen dari kebutuhan dana kemanusiaan yang sudah terpenuhi untuk tahun 2025, sehingga membahayakan keberlangsungan berbagai layanan penting.

Kepala OCHA sekaligus Koordinator Bantuan Darurat PBB, Tom Fletcher, telah mengumumkan pengurangan jumlah pekerja dan penghentian sejumlah program di beberapa negara akibat minimnya dukungan dana.

Editor: Amiruddin. MK

Share :

Baca Juga

Hukrim

Peran Masyarakat Dalam Pencegahan TPPO dan TPPM

Internasional

Sumpah Serapah Israel Usai Palestina Diakui Sebagai Negara

Internasional

Menlu Ingatkan TKI Kerja Lewat Jalur Resmi: Jangan Memaksakan Diri

Internasional

Masih Ada 138 Juta Pekerja Anak di Seluruh Dunia

Internasional

Menko Polkam Budi Gunawan Tamu Kehormatan Di National Day Federasi Rusia

Internasional

Menlu RI Tegaskan Komitmen Dukungan Indonesia Terhadap UNRWA dan Mandatnya untuk Palestina

Internasional

Turis Israel Ditipu Tukang Ojek di Thailand

Internasional

Tiga nelayan Aceh Timur dibebaskan Otoritas Thailand