Home / Internasional

Rabu, 11 Juni 2025 - 21:47 WIB

Masih Ada 138 Juta Pekerja Anak di Seluruh Dunia

Farid Ismullah

Copyright: ©️ UNICEF/UNI787882/Roisri
Thanakrit Kaewkla, seorang anak laki-laki berusia 12 tahun dari komunitas Ban Pak Talay di Distrik Ban Laem, Provinsi Phetchaburi.

Copyright: ©️ UNICEF/UNI787882/Roisri Thanakrit Kaewkla, seorang anak laki-laki berusia 12 tahun dari komunitas Ban Pak Talay di Distrik Ban Laem, Provinsi Phetchaburi.

Jakarta – Laporan baru menunjukkan penurunan hampir 50 persen sejak awal abad ini, namun dunia gagal mencapai target penghapusan GENEVA/NEW YORK, 11 Juni 2025 – Hampir 138 juta anak terlibat dalam pekerja anak pada tahun 2024, termasuk sekitar 54 juta dalam pekerjaan berbahaya yang kemungkinan besar membahayakan kesehatan, keselamatan, atau perkembangan mereka, menurut estimasi baru yang dirilis hari ini oleh Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) dan UNICEF.

Data terbaru menunjukkan pengurangan lebih dari 20 juta anak sejak tahun 2020, membalikkan lonjakan mengkhawatirkan yang terjadi antara 2016 dan 2020.

Meskipun tren ini positif, dunia telah gagal mencapai target untuk menghapus pekerja anak pada tahun 2025.

Laporan berjudul “Pekerja Anak: Estimasi Global 2024, Tren dan Jalan ke Depan”, yang dirilis satu hari sebelum Hari Dunia Menentang Pekerja Anak dan pada Hari Bermain Internasional, menyoroti kenyataan pahit bahwa meskipun telah terjadi kemajuan, jutaan anak masih belum mendapatkan hak mereka untuk belajar, bermain, dan menjadi anak-anak sebagaimana mestinya.

“Temuan laporan kami memberi harapan dan menunjukkan bahwa kemajuan mungkin terjadi. Anak-anak seharusnya berada di sekolah, bukan bekerja. Orang tua harus mendapat dukungan dan akses pada pekerjaan yang layak agar mereka mampu memastikan anak-anak mereka belajar di ruang kelas, bukan menjual barang di pasar atau bekerja di ladang keluarga,” kata Direktur Jenderal ILO, Gilbert F. Houngbo. “Namun kita tidak boleh lalai dengan kenyataan bahwa perjalanan menuju penghapusan pekerja anak masih panjang.”

Baca Juga :  Dialog Konsuler dan Fasilitas Diplomatik Kedua RI-Belanda: Memperkuat Kerjasama Kekonsuleran Antar Negara

Menurut data, sektor pertanian tetap menjadi sektor terbesar pekerja anak, mencakup 61 persen dari semua kasus, diikuti oleh sektor jasa (27 persen), seperti pekerjaan rumah tangga dan penjualan barang di pasar, serta sektor industri (13 persen), termasuk pertambangan dan manufaktur.

Asia dan Pasifik mencatat penurunan paling signifikan sejak tahun 2020, dengan tingkat pekerja anak turun dari 6 persen menjadi 3 persen (dari 49 juta menjadi 28 juta anak). Meskipun prevalensi pekerja anak di Amerika Latin dan Karibia tidak berubah selama empat tahun terakhir, jumlah total anak yang terdampak turun dari 8 juta menjadi sekitar 7 juta.

Sub-Sahara Afrika masih menanggung beban terbesar, mencakup hampir dua pertiga dari seluruh anak pekerja di dunia – sekitar 87 juta anak. Meskipun prevalensinya turun dari 24 menjadi 22 persen, jumlah totalnya tetap stagnan di tengah pertumbuhan populasi, konflik yang terus berlangsung dan baru muncul, kemiskinan ekstrem, dan sistem perlindungan sosial yang terbatas.

“Dunia telah membuat kemajuan signifikan dalam mengurangi jumlah anak yang dipaksa bekerja. Namun masih terlalu banyak anak yang harus bekerja di tambang, pabrik, atau ladang, seringkali dalam pekerjaan berbahaya demi bertahan hidup,” kata Catherine Russell. “Kita tahu bahwa kemajuan menuju penghapusan pekerja anak bisa dicapai dengan menerapkan perlindungan hukum, memperluas perlindungan sosial, investasi pada pendidikan gratis dan berkualitas, serta akses yang lebih baik terhadap pekerjaan layak bagi orang dewasa. Pemotongan dana global dapat mengancam pencapaian yang telah diraih. Kita harus berkomitmen kembali untuk memastikan anak-anak berada di ruang kelas dan taman bermain, bukan di tempat kerja.”

Baca Juga :  Pemerintah dan PBB Luncurkan Program untuk Pekerjaan, Keterampilan dan Perlindungan Sosial

ILO dan UNICEF memperingatkan bahwa pendanaan yang berkelanjutan dan meningkat – baik dari global maupun domestik – sangat dibutuhkan agar kemajuan baru-baru ini tidak terhenti.

Pengurangan dukungan untuk pendidikan, perlindungan sosial, dan mata pencaharian dapat mendorong keluarga rentan ke ambang keputusasaan, memaksa mereka mengirim anak-anak untuk bekerja.

Sementara itu, menurunnya investasi dalam pengumpulan data akan membuat isu ini semakin sulit dilihat dan ditangani.

Pekerja anak menghambat pendidikan anak, membatasi hak dan peluang masa depan mereka, serta membahayakan kesehatan fisik dan mental. Ini juga merupakan konsekuensi dari kemiskinan dan kurangnya akses terhadap pendidikan berkualitas, yang mendorong keluarga mengirim anak-anak mereka bekerja dan melanggengkan siklus deprivasi antar generasi.

Anak laki-laki lebih mungkin terlibat dalam pekerja anak di setiap usia dibandingkan anak perempuan. Namun, ketika pekerjaan rumah tangga tak dibayar selama 21 jam atau lebih per minggu dimasukkan, kesenjangan gender ini berbalik arah, menurut laporan tersebut.

Sejak tahun 2000, jumlah pekerja anak hampir berkurang setengahnya – dari 246 juta menjadi 138 juta – namun laju penurunan saat ini masih terlalu lambat, dan dunia gagal mencapai target eliminasi global tahun 2025. Untuk menghapuskan pekerja anak dalam lima tahun ke depan, laju kemajuan harus 11 kali lebih cepat dari sekarang.

Untuk mempercepat kemajuan, UNICEF dan ILO menyerukan kepada negara-negara di dunia untuk:

Baca Juga :  Kemlu RI: Pasukan perdamaian akan diterjunkan setelah ada mandat PBB

– Berinvestasi dalam perlindungan sosial bagi rumah tangga rentan, termasuk jaring pengaman sosial seperti tunjangan anak universal, agar keluarga tidak perlu mengandalkan pekerja anak.

– Memperkuat sistem perlindungan anak untuk mengidentifikasi, mencegah, dan merespon anak-anak yang berisiko, terutama mereka yang menghadapi bentuk terburuk dari pekerja anak.

– Menyediakan akses universal terhadap pendidikan berkualitas, terutama di daerah pedesaan dan wilayah terdampak krisis, agar setiap anak dapat belajar.

Menjamin pekerjaan layak bagi orang dewasa dan pemuda, termasuk hak pekerja untuk berorganisasi dan membela kepentingan mereka.

– Menegakkan hukum dan akuntabilitas dunia usaha untuk mengakhiri eksploitasi dan melindungi anak-anak dalam rantai pasok.

Tentang ILO

Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) berdedikasi untuk mempromosikan keadilan sosial dan hak asasi manusia serta hak perburuhan yang diakui secara internasional, dengan misi bahwa keadilan sosial merupakan dasar bagi perdamaian universal dan abadi. Sejak 1919, sebagai satu-satunya badan tripartit PBB, ILO mempertemukan pemerintah, pengusaha, dan pekerja dari 187 Negara Anggota untuk menetapkan standar ketenagakerjaan, serta mempromosikan keadilan sosial dan pekerjaan yang layak bagi semua.

Tentang UNICEF

UNICEF, lembaga PBB untuk anak-anak, bekerja melindungi hak setiap anak, di mana pun mereka berada, terutama anak-anak yang paling terpinggirkan dan sulit dijangkau. Di lebih dari 190 negara dan wilayah, kami melakukan segala daya untuk membantu anak-anak bertahan hidup, tumbuh, dan mencapai potensi mereka.

Editor: Amiruddin. MK

Share :

Baca Juga

Internasional

Sempat Diamankan, Kini Imigran Rohingya Beserta Supir Belum kembali ke Aceh Selatan

Internasional

UNDP, BAPPENAS, dan DEN Gelar Dialog Tingkat Tinggi tentang AI

Internasional

Indonesia Perjuangkan Keselamatan Jurnalis Perempuan di Sidang IPDC Paris

Hukrim

Peran Masyarakat Dalam Pencegahan TPPO dan TPPM

Hukrim

KJRI Songkla Dampingi 18 Nelayan Aceh yang Ditangkap Otoritas Maritim Thailand

Hukrim

Misteri Kaburnya 24 Imigran Rohingya dari Aceh Selatan

Hukrim

KBRI Phnom Penh dan Polri Perkuat Sinergi Lindungi WNI di Kamboja

Internasional

Indonesia dan Estonia Tegaskan Komitmen Perkuat Kerja Sama Bilateral